Pada Babad Kawung Baduy, seperti juga pada Babad Kawung Lebak, dalam uraiannya diterangka hal-hal berikut: Keadaan rupa/macam kawung (pohon enau, aren) dan tata cara mengambil nira. Tentang pemeliharaannya tidak banyak di utarakan karena orang Cibeo dan Kanekes tidak memindahkan Kawung, juga tidak mengadakan persemaian khusus.
Mereka hanya memanfa'atkan Kawung yang tumbuh sendiri akibat biji yang tercecer, terbawa dan menyebar bersama kotoran musang (careuh). Siapa yang menemukan benih yang tumbuh dengan baik cukup membersihkan tanah disekitarnya saja. Hal ini menandakan bahwa Kawung itu ada yang memeliharanya. Dengan demikian, hal itu menunjukan pemiliknya. Kawung yang tanah di bawahnya sudah dibersihkannya oleh seseorang tidak boleh dikatakan orang lain bahwa Kawung itu miliknya.
Di Baduy, baik di Kanekes maupun Cibeo, orang hanya mengambil nira kawung. Nira itu dijadikan minuman yang bernama waju. Di sana (di Baduy Dalam) tidak ada yang memproduksi gula.
Karena tidak ada pemeliharaan Kawung secara khusus dan gula niranya juga tidak diproduksi, maka dalam babad ini lebih di perhatikan pertumbuhan dan umur (kaitan waktu dan proses pertumbuhannya)
Babad di tulis berdasarkan penuturan Sarmad, Jaro Desa Kanekes, yang disampaikan kepada Wedana Raden Atmakusumah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar