3 Desember 2012

Cerita babad limbangan

Pada zaman dahulu kala Prabu Siliwangi, Raja Pajajaran, mempunyai seorang pembantu bernama Aki Haruman. Setiap hari Aki Haruman diberi tugas berburu binatang dengan menggunakan alat sumpit (panah) dan busur.

Pada suatu hari Aki Haruman pergi berburu ke arah timur. Sampai  tengah hari ia belum memperoleh hasil buruannya, padahal telah  banyak bukit dan gunung didaki.


Sesampainya di puncak gunung, ia melihat sesuatu yang bersinar disebelah utara pinggir Sungai Cipancar. Ternyata sinar itu keluar dari badan seorang putri yang sedang mandi, yang mengaku putra Sunan Rumenggong, penguasa daerah Limbangan.

Peristiwa pertemuan dengan Nyi Putri dari Limbangan dikisahkan oleh Aki Haruman kepada Prabu Siliwangi. Berdasarkan peristiwa itu, Prabu Siliwangi menamai gunung itu Gunung Haruman. Prabu Siliwangi bermaksud memperistri putri dari Limbangan. Ia mengirimkan Gajah Manggala dan Arya Gajah (keduanya pembesar Pajajaran). Aki Haruman serta sejumlah pengiring bersenjata lengkap meminang putri itu, dengan pesan, lamaran itu harus berhasil dan jangan kembali sebelum berhasil.

Gajah Manggala menyampaikan lamaran Raja Pajajaran kepada Sunan Rumenggong secara lisan dan tertulis untuk meminang putrinya. Lamaran itu disampaikan kepada putrinya, tetapi Nyi Putri menolaknya dengan alasan bahwa Prabu Siliwangi telah mempunyai istri lebih dari 100 orang.

Nyi Putri kemudian menghilang dari pandangan manusia. Ia dicari cari tetapi tidak ditemukan, hanya bau harum yang tercium. Karena peristiwa itu, timbul nama sebuah kampung yang bernama Buniwangi.

Pencarian Nyi Putri dilanjutkan ke berbagai tempat. Di sebuah kampung Nyi Putri memperlihatkan diri  lagi kepada oarng tuanya karena tak sampai hati orang tuanya menanggung kesedihan yang tiada terkira. Ia menampakan diri di sebuah rumah sempil (sempit, kecil) sehingga kampungnya dinamai Kampung Sempil. Nyi Putri dinasihati oleh ayah dan ibunya agar menerima kehendak Raja Pajajaran sebab kalau tidak ia akan memaksanya. Guna memperkuat nasihatnya itu, dikatakan pula ada lima pihak yang wajib dijunjung tinggi, yaitu guru, raja, orang tua, mertua, dan saudara kandung yang sulung.Pernikahan dengan Raja Pajajaran diharapkan oleh orang tuanya akan melahirkan keturunan raja. Akhirnya, Nyi Putri bersedia menerima lamaran Prabu Siliwangi.

Selang 10 tahun antaranya, Nyi Putri mempunyai dua orang putra dari Raja Pajajaran, yaitu Basudewa dan Liman Sanjaya. Kedua anak itu dibawa ke Limbangan oleh Sunan Rumenggong dan kemudian dijadikan kepala daerah disana sesuai dengan amanat Raja Pajajaran. Basudewa menjadi penguasa Limbangan dengan gelar Prabu Basudewa dan Liman Sanjaya menguasai daerah Dayeuhluhur disebelah selatan dengan gelar Prabu Liman Sanjaya.

Prabu Siliwangi mengirimkan dua orang putri untuk kedua orang putranya di Limbangan. Kedua orang putri itu dibawa ke Limbangan dengan digotong pada sebuah tandu. Putri yang sangat cantik digotong dengan tandu jelek dan putri yang biasa saja dibawa pada tandu bagus dengan dihiasi secara semarak. Rombongan terlebih dahulu datang ke Limbangan baru kemudian ke Dayeuhluhur. Oleh karena itu, Prabu Basudewa memilih putri lebih dahulu dan ia memilih putri yang dibawa pada tandu bagus. Prabu Liman Sanjaya memperistri putri yang dibawa pada tandu jelek.

Prabu Basudewa menyesal, telah memilih calon istri yang dibawa pada tandu bagus, sedangkan putri yang sangat cantik diserahkan kepada adiknya, Prabu Liman Sanjaya. Ia bermaksud menukarkan istrinya dengan cara langsung meminta kepada adiknya pada waktu mereka berkumpul di atas panggung pemburuan di Gunung Haruman. Prabu Liman Sanjaya mengabaikan permintaan kakaknya.

Mendengar percakapan suaminya dengan Prabu Basudewa yang akan mempertukarkan istri masing-masing, istri Prabu Liman Sanjaya segera melarikan diri secara diam-diam. Setelah turun dari gunung ia terus mengikuti Sungai Cipicung, Sungai Cilengkrang, dan sampai di Sungai Cimanuk, agak sebelah timur Dayeuhluhur. Diatas sebuah batu ia duduk seorang diri sambil berdo'a, memehon kepada Yang Maha Suci agar dipertemukan lagi dengan suaminya.

Pada waktu Prabu Basudewa dan Prabu Liman Sanjaya mengetahui bahwa istri Parabu Liman Sanjaya yang cantik jelita hilang, segera mereka memerintahkan pengikutnya masing-masing agar mencari Nyi Putri yang hilang itu. Dalam melakukan pencaharian itu Prabu Liman Sanjaya sampai ke batu tempat istrinya duduk berdo'a. Mereka bertemu dan berjanji tak akan berpisah lagi betapapun penderitaan mereka alami.

Dalam pengembaraan selanjutnya, mereka sampai ke sebuah hutan yang sangat strategis untuk dijadikan sebuah negara, setelah melalui Cisalak, Kampung Karesek, Gunung Limbangan, Cipanas dan Eureunsono. Hutan itu ditunggui oleh seorang kakek atas perintah dewa. Kakek itu melihat pohon buah-buahan yang ada disitu semuanya berbuah. Hal itu menandakan bahwa pemilik daerah itu akan segera tiba. Selang tidak berapa lama, Prabu Liman Sanjaya dan istrinya benar-benar datang ke situ. Sesuai dengan amanat yang diterima oleh kakek itu bahwa pemilik tanah itu adalah putra Prabu Siliwangi dari Pajajaran, maka diserahkan tanah itu kepada Prabu Liman Sanjaya, pemiliknya. Kakek itu sendiri kemudian menghilang sesudah selesai  menunaikan tugasnya.

Lama kelamaan di daerah itu dibangun sebuah negara dengan nama Dayeuhmanggung. Negara baru ini bisa berkembang sehingga dikenal baik oleh tetangga-tetangganya, seperti Sangiangmayak, Timbanganten, Mandalapuntang. Dayeuhmanggung terkenal karena keahliannya dalam membuat tenunan. Rajanya yang lain yang termasyhur ialah Sunan Ranggalawe.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar