29 Januari 2013

Energi radian Malaikat dan Jin

Alam semesta, selain objek‑objek materi, juga mengandung energi‑energi dalam bentuk listrik, magnetisme, panas, cahaya, dan sebagainya. Al‑Qur'an, di samping membahas alam semesta yang berupa materi, juga menggunakan kata‑kata yang terkenal seperti matahari, bulan, bintang‑bintang, dan sebagainya, sedangkan pokok bahasan mengenai energi tampaknya dibahas dalam istilah‑istilah seperti malaikat‑malaikat dan jin, yang sangat tidak dikenal dalam sains.
Malaikat‑malaikat, menurut pemyataan Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam yang diriwayatkan oleh Muslim, dicipta dari نو ر (nur)1) Kata nur yang biasanya diterjemahkan dengan sinar, sebagaimana dikemukakan sebelumnya, bisa juga berarti energi radian. Selain itu, kata‑kata Arab ملك (Malak) yang diterjemahkan dengan malaikat juga berarti perasaan kuat, kekuatan atau energi.
Mengenai jin Al‑Qur'an menyatakan:
"Dan Dia [Allah] telah mencipta Jin dari gelombang panas yang dikeluarkan oleh api.2) "
Sesuatu yang dikeluarkan oleh api, dalam terminologi sains, berarti sinar‑sinar infra atau energi panas.
Dengan mengacu informasi tersebut di atas, mungkinkah para malaikat dan jin itu tersusun dari beberapa ben­tuk energi radian yang tidak dapat kita persepsi melalui indera‑indera fisik kita tetapi yang ada memberikan pe­ngaruhnya terhadap kita tanpa kita sadari, sebagaimana sinar X, yang menembus daging manusia tetapi tidak menimbulkan rasa apa‑apa pada manusia yang bersangkutan?
Energi, menurut sains, bisa dikaitkan dengan materi sebagai energi kimia, energi mekanik, dan lain‑lainnya, atau bisa ada tanpa adanya materi, yakni di ruang kosong sebagai energi radian, yang contoh paling terkenalnya adalah cahaya.
Energi radian atau radiasi elektromagnetik ditampilkan dalam bentuk gelombang‑gelombang yang sama dengan gelombang‑gelombang yang terjadi di permukaan air ketika terganggu oleh batu yang dijatuhkan atau oleh angin. Ada bermacam‑macam bentuk energi radian, yang berbeda‑beda satu sama lain dalam panjang gelombangnya (jarak antara satu puncak gelombang dan puncak gelombang lainnya) dan frekuensinya jumlah gelombang yang timbul selama satu detik). Rentang frekuensi‑frekuensi dan panjang gelombang‑gelombang itu sangat besar dan angka‑angka yang menunjukkannya bisa sangat besar atau sangat kecil.
Satu Kilosaikel adalah 1.000 gelombang per detik
Spektrum elektromagnetik yang diringkaskan di atas menunjukkan bahwa panjang-panjang gelombang berkisar mulai dari seperjuta-juta milimiter hingga beberapa ratus kilometer dan frekuensi-frekuensinya berkisar mulai 100 gelombang per detik hingga 1020 gelombang per detik. Dalam cakupan panjang dari panjang-panjang gelombang dan frekuensi-frekuensi ini, cahaya yang terlihat menenmpati porsi yang sangat besar. Ini berarti bahwa mata kita bersifat sensitif terhadap radiasi elektromagnetik yang sangat kecil sekalipun dan tidak sensitif terhadap porsi besar, yang dengan jelas menunjukkan keterbatasan indera‑indera fisik kita dan membuktikan bahwa hal‑hal yang tidak dapat dipersepsi oleh indera‑indera fisik kita bisa saja dan memang benar‑benar ada.
 
Allah berfirman:
Segala puji bagi Allah. Dialah yang telah mencipta langit‑langit dan bumi. Dia yang telah menjadikan malaikat‑malaikat sebagai utusan‑utusan yang memiliki dua, tiga dan empat buah sayap4. 'QS. 35: 1.
Pesan‑pesan kita disampaikan dengan sarana‑sarana radiasi elektromagnetik melalui radio, televisi, telepon, teleprinter, dan sebagainya. Ayat Al‑Qur'an yang dikutip di atas, yang menggambarkan para malaikat sebagai utusan-utusan, mendukung pandangan bahwa para malaikat tersusun dari energi radian karena para malaikat itu, menurut Al‑Qur'an, dan radiasi elektromagnetik menurut sains, menyampaikan pesan‑pesan. Kata‑kata Arab جناح (janah) yang diterjemahkan dengan sayap juga dipergunakan untuk pengertian kekuatan, yang dalam pengertian itu, para malaikat juga dapat dianggap sebagai utusan‑utusan yang memiliki berbagai atau beberapa macam kekuatan.
Apakah keempat sayap atau kekuatan yang disebut dalam ayat Al‑Qur'an tersebut di atas menunjukkan makna keempat kekuatan pokok di alam?. Hal ini akan dibahas lebih lanjut di bagian belakang.
Sesungguhnya orang‑orang yang mengatakan, 'Tuhan kaini adalah Allah,' kemudian dia berpegang teguh dengan pendirian mereka maka turunlah kepada mereka para malaikat [seraya mengatakan], 'Janganlah kamu merasa takut dan jangan bersedih; dan gembirakanlah mereka dengan syurga yang telah dijanjikan Allah untuk kamu. Kamilah pelindung‑pelindungmu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat. Di dalamnya kamu akan mendapatkan apa yang kamu inginkan dan juga memperoleh apa yang kamu minta; sebagai hiburan yang diturunkan oleh [Allah] yang Maha Pengampun lagi Maha Pengasih.(41: 30-32)
Apakah kita pemah mendengar, merasakan atau menyadari pesan para malaikat ini: 'Kamilah pelindung‑pelindungmu dalam kehidupan di dunia (ini)' Pesan ini diberikan kepada orang‑orang yang mengatakan: 'Tuhan kami adalah Allah." dan kemudian dia berpegang teguh dengan pendirian mereka itu. Kapan saja, karena beriman kepada Allah, kita ingat dengan‑Nya, beribadah kepadaNya atau berbuat baik, kita akan mendapatkan kepuasan tertentu, ketenangan, [atau] sejenis kedamaian pikiran. Apakah pengalaman atau perasaan ini disebabkan oleh turunnya para malaikat yang membawa pesan itu dan interaksi mereka dengan pikiran manusia yang merupakan pusat segala macam penerimaan? Ayat‑ayat Al‑Qur'an berikut ini memberikan tambahan penjelasan mengenai hal ini.
[Ingatlahl ketika Tuhanmu mewahyukan kepada para mala­ikat, "Sesungguhnya Aku bersama kamu, maka teguhkanlah [pendirian] orang‑orang yang beriman itu." Kelak akan Aku jatuhkan rasa takut ke dalam hati orang‑orang kafir. Sebab itu penggallah kepala mereka dan pancunglah tiap‑tiap ujung jari mereka. (8:12)
Kemudian Allah menurunkan ketenangan‑Nya kepada Rasul‑Nya dan kepada orang‑orang beriman. Dan Dia menurunkan tentara‑Nya yang tidak kamu ketahui dan menurunkan siksa kepada orang­orang kafir. Dan itulah balasan kepada orang‑orang kafir itu.'[9:26]

Dalam momentum‑momentum kita yang tragik dan meresahkan kita berdoa dan memohon pertolongan Allah, dan sangat sering terjadi bahwa setelah kita berdoa kita kelihatan memiliki energi yang segar, harapan dan kepercayaan diri. Apakah kondisi jiwa kita itu disebabkan oleh interaksi para malaikat dengan pikiran dan hati kita, dalam bentuk energi radian?
Katakanlah [Muhammad], 'Malaikat maut yang diserahi untuk [mencabut] nyawamu mematikanmu. Kepada Tuhanmulah kamu akan dikembalikan.'[32:11]

Kematian bisa disebabkan oleh radiasi yang berat melalui penghancuran sel‑sel tubuh manusia. Dalam pengobatan kanker, bagian [tubuh] pasien yang rusak dikenakan radiasi yang menghancurkan sel‑sel kanker itu. Apakah malaikat maut itu terbentuk dari energi radian, yang menyebabkan kerusakan sebagian organ vital tubuh manusia, seperti sistem saraf pusat, yang akhirnya mengakibatkan kematian? Radiasi elektrornagnetik mernang menghasilkan anestesia pada tikus‑tikus dan obat ini menyebabkan manusia tidak sadar, [dan] dosisnya yang berlebihan bisa menyebabkan kernatian.
Al‑Qur'an, mengenai malaikat‑malaikat sebagai sahabat‑sahabat manusia, menyatakan:
Baginya [manusia] ada [malaikat‑malaikat] yang mengikutinya secara bergiliran di depan dan di belakangnya. Mereka menjaganya atas perintah Allah [13:11]
Kita belum pernah menyadari tentang para malaikat yang menemani kita ini, tetapi pada kesempatan‑kesempatan tertentu, misalnya ketika menyelamatkan diri dari kecelakaan‑kecelakaan yang serius kita benar‑benar merasakan adanya sejumlah kekuatan eksternal yang menyelamatkan kita dari lindasan mobil atau terjatuh ke dalam jurang.
Dan sesungguhnya terhadap kamu ada [malaikat‑malaikat] yang mengawasi, yang mencatat [pekerjaan‑pekerjaanmu]. Mereka mengetahui apa yang kamu kerjakan [82:10-12]

Kita memiliki alat‑alat seperti pita‑pita rekaman, kaset-kaset video, dan kamera‑karnera yang merekam suara-suara dan tindakan‑tindakan kita. Ini adalah alat‑alat elektronik yang mempergunakan radiasi elektrornagnetik. Apakah sulit bagi Allah, Sang Pencipta kita, mengatur alat‑alat semacam itu dalam bentuk malaikat‑malaikat yang tidak terlihat? Apakah malaikat‑malaikat ini ditugaskan sebagai perekam‑perekam, membantu kita mengumpulkan kembali sejumlah peristiwa di masa lampau sebagaimana penyimpan rekaman di suatu kantor yang membantu mengeluarkan arsip lama? Sangat boleh jadi ingatan kita tidak menyimpan apa‑apa tetapi alat perekam para malaikat itu berhubungan dengan kita.
Ya. Bila kamu tetap sabar dan bersiap siaga, dan mereka menyerang kamu seketika itu juga, niscaya Allah menolongmu dengan lima ribu malaikat yang memakai tanda. Maka sesungguhnya Allah adalah Pelindungnya [Muhammad], dan Jibril dan orang‑orang mu'min yang baik; dan selain itu para malaikat pun adalah penolongnya juga. [66:4]
Wahai orang‑orang yang beriman! Jagalah dirimu sekalian dan orang‑orangmu dari [siksa] neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu. Di atasnya ada malaikat-­malaikat yang keras dan kejam. Mereka tidak berbuat ma'siyat kepada Allah terhadap apa yang diperintahkan‑Nya kepada mereka dan mereka mengerjakan apa yang diperintahkan kepada Mereka.[66:6}
Para malaikat dan ruh turun atas izin Tuhan. Mereka membawa [program mengenai] segala hal. Disertai kedamaian hingga saat terbit faJar. [97:4-5]

Dari ayat‑ayat yang dikutip di atas terbukti bahwa disamping tugas‑tugas lain yang tidak diberitahukan kepada kita, para malaikat mengkomunikasikan pesan‑pesan Allah, menjaga keselamatan manusia, mencatat perbuatan-perbuatan mereka, menghukum dan membantu, membawa kematian, menjaga neraka dan turun [ke bumi] dengan membawa berbagai macam urusan. Dengan demikian tampaknya para malaikat merupakan utusan‑utusan yang melaksanakan pekerjaan tetapi tidak tampak sebagai materi di alam sehingga kita tidak dapat melihat mereka dalam bentuknya yang normal. Bagi ilmuwan segala sesuatu yang mampu melaksanakan pekerjaan adalah energi, yang juga mendukung pandangan bahwa para malaikat adalah bentuk‑bentuk energi atau makhluk tertentu yang melakukan peran berbagai macam energi. Barangkali mereka seperti para eksekutif dalam pernerintahan yang dipimpin oleh Allah yang hasil‑hasil kinerjanya dapat dilihat tetapi pelaku‑pelaku aktualnya tidak terlihat.
Jibril
Mengenai [malaikat] Jibril yang juga disebut الروح [Ar‑ruh] atau Jiwa, menyatakan:
Mereka bertanya kepadamu [Muhammad] tentang Ar‑Ruh. Katakanlah bahwa Ar‑Ruh itu salah satu di antara urusan Tuhanku. Pengetahuan yang diberikan kepadamu [mengenai hal itu] hanya sedikit. [17:85]
[Orang‑orang yang beriman kepada Allah dan Hari Kiamat] ... adalah mereka yang dalam hati mereka telah ditulis iman [oleh Allah] dan telah dikukuhkan‑Nya dengan Ruh daripada‑Nya."[58:22]
Dialah [Allah] Yang meningkatkan beberapa derajat, Yang memiliki 'Arsy [singgasana alam semesta]. Dialah yang me­nurunkan Ar‑Ruh membawa urusan‑Nya kepada sebagian hamba‑hambaNya yang dikehendakiNya untuk mengi­ngatkan mereka akan Hari Pertemuan.[40:15]

Dengan demikian Jibril yang tampaknya merupakan utusan untuk berkornunikasi, adalah energi yang mengilhami manusia. Jadi sebagaimana halnya dengan mata yang sensitif terhadap corak radiasi elektrornagnetik tertentu (cahaya), hati para nabi pun tampaknya sensitif terhadap komunikasi dengan Allah yang dikirimkan melalui Jibril (Ar‑Ruh) yang juga terbukti dari ayat‑ayat Al‑Qur'an berikut ini.
Dan sesungguhnya [Al‑Qur'an] itu diturukan daripada Tuhan Penguasa seluruh alam semesta. Ar‑Ruh yang terpercaya menurunkannya kepada hatimu [Muham­mad] agar kamu menjadi salah seorang pembawa peringatan dengan bahasa Arab yang jelas.[26:192-195]

Dalam sistem penyiaran radio (broadcasting system], gelombang‑gelombang suara dikonversi menjadi gelombang‑gelombang elektromagnetik, yang mentransformasikan kembali menjadi gelombang‑gelombang suara pada pesawat penerima, yaitu radio. Apakah pesan Allah yang dikornunikasikan itu dilakukan dengan cara yang sama, dalam hal ini Jibril mengilhami hati para rasul yang kemudian mentransformasikan ilham ini menjadi kata‑kata dalam bahasa yang mereka tuturkan, yaitu bahasa Arab dalam kasus Nabi Muharnmad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam? Sistem penyiaran radio, televisi, telepon, teleprinter dan sebagainya yang merupakan alat‑alat untuk menyalurkan radiasi elektrornagnetik, adalah alat‑alat bikinan manusia. Apakah Allah, Sang Maha Pencipta, tidak mampu membikin alat‑alat yang sama atau lebih baik dan tidak dapat dilihat itu?
Al‑Qur'an yang memberi informasi mengenai berbagai komunikasi Allah, menyatakan sebagai berikut.
Dan demikianlah Kami telah mewahyukan kepadamu [meIalui] Ruh sebagian perintah Kami. Kamu tidak mengetahui apa [isi] Al-Kitab itu dan [juga] apakah iman itu. Akan tetapi Kami jadikan ia sebagai sinar yang dengannya Kami menunjukkan jalan kepada sebagian hamba Kami yang Kami kehendaki, dan sesungguhnya engkau [Muhammad] pasti akan menunjukkan kejalan yang lurus.[42:45]
Sesungguhnya Kami telah menurunkan [Kitab] Taurat yang di dalamnya ada petunjuk dan cahaya.[5:44]
... dan Kami telah memberikan kepadanya [Isa, Jesus] Kitab Injil yang didalamnya terdapat petunjuk dan cahaya.[5:46]

Al‑Qur'an, Taurat dan Injil dikatakan memiliki cahaya, atau radiasi. Bagi orang awam ini berarti cahaya (sinar) yang membantu menemukan jalan yang benar, tetapi bagi pengkaji sains kata‑kata نور [Nur] memiliki arti energi radian. Al‑Qur'an bila dibaca akan memberikan berbagai efek pada hati. Apakah pembacaan Al-­Qur'an itu mentransfer gelombang‑gelombang suara menjadi radiasi elektrornagnetik jenis tertentu yang mempengaruhi hati pendengamya sehingga menimbulkan perasaan yang tidak dapat diungkapkan dengan kata‑kata ‑ suatu perasaan yang kadang‑kadang membuat orang menangis, bahkan mereka yang sama sekali tidak memahami makna yang mereka dengar itu?
Ayat‑ayat Al‑Qur'an berikut ini tampaknya mendukung pandangan ini.
Dan Kami telah menurunkan melalui Al‑Qur'an bahwa ia merupakan obat dan rahmat bagi orang‑orang yang beriman. [17:82]
Wahai ummat manusia! Sungguh telah datang nasihat dari Tuhanmu dan obat bagi [penyakit] hati dan petunjuk serta rahmat bagi orang‑orang yang beriman. [10:57]
Dan ketika mereka mendengar apa yang diturunkan kepada Rasul engkau melihat mata mereka menggenang air mata karena mereka mengetahui sebagian dari kebenaran itu [5:83]

Kenyataan yang sangat terkenal bahwa beberapa penyakit jasmani dan ruhani disembuhkan dengan beberapa jenis radiasi elektrornagnetik tertentu. Al‑Qur'an dikatakan sebagai penyembuh bagi [penyakit] yang ada dalam hati. Apakah pembacaan Al‑Qur'an, sebagaimana dinyatakan di atas, menimbulkan jenis radiasi elektromagnetik tertentu. (atau Nur) yang menyembuhkan penyakit-penyakit spiritual, yakni kejahatan yang ada dalam hati?
Sains sejauh ini hanya menemukan empat macam daya (tenaga) pokok yang bisa menjelaskan semua gejala alam: (1) Daya gravitatif, (2) Daya listrik, (3) Daya nuklir yang kuat (strong nuclear force), dan (4) Daya kehancuran beta yang lemah (weak beta decay force).
Al‑Qur'an dalam hal ini menyatakan:
Dan milik Allahlah pasukan‑pasukan [daya‑daya] langit dan bumi.[48:4]
Menurut kepercayaan‑kepercayaan Islam yang populer ada empat malaikat penting yang melaksanakan tugas-tugas sebagai berikut:
  • 1. IsrafiI: membunyikan terompet untuk mengakhiri alam semesta.
  • 2. Jibril: mengkomunikasikan pesan‑pesan Allah.
  • 3. Mikail : bertugas mengatur hujan, angin dan sebagainya.
  • 4. lzra'il: menyebabkan kematian.
Kami sudah mengemukakan pendapat bahwa para malaikat sebagai energi‑energi atau makhluk‑makhluk yang menjalankan [tugas] berbagai macam energi, dan karena semua daya adalah milik Allah, maka marilah kita Iihat apakah kita dapat mengkorelasikan tugas‑tugas keempat malaikat yang penting itu dengan keempat daya alam yang pokok itu.
1. Gravitasi - Israfil
Semua benda langit dan objek‑objek yang ada di permukaannya masing‑masing terikat bersama oleh daya gravitasi. Jika daya gravitasi itu diperbesar maka segala sesuatu akan terkumpul bersama dan alam semesta akan hancur dan jika ia diperkecil maka segala sesuatu akan terpisah [dan] berterbangan ke mana‑mana. Apakah Israfil yang menjalankan tugas daya gravitasi, yang sekarang menjaga segala sesuatu dalam keseimbangan tetapi, jika atas perintah Allah, akan memperbesar daya ini sehingga menyebabkan semua benda langit terkonsentrasi di satu tempat untuk mengakhiri alam semesta dan kemudian mereduksi daya gravitasi itu yang akan menyebabkan terciptanya kembali alam semesta itu? Mekanisme berakhirnya dan terciptanya kembali alam semesta itu merupakan tema utama dalam teori Oscillating Universe [atau Teori Ledakan Hebat] dan sangat boleh jadi bersesuaian dengan peniupan terompet dua kali untuk mengakhiri dan mencipta kembali alam semesta, sebagaimana dinyatakan dalam Al‑Qur'an sebagai berikut.
Dan akan ditiupnya terompet [struktur alam semesta] itu sehingga siapa saja yang ada di langit‑langit dan bumi akan ja­tuh tidak sadarkan diri kecuali orang‑orang yang dikehendaki Allah. Kemudian akan ditiupnya terompet itu untuk kedua kalinya sehingga mereka akan berdiri melihat.[39:68]

2. Daya Listrik ‑ Jibril
Telekomunikasi pada hakikatnya bersifat elektrik. Apakah Jibril menjalankan semua tugas daya listrik di alam, atau telekomunikasi sebagai satu‑satunya bagian tugasnya?
3. Daya Nuklir yang Kuat - Mikail
Panas dan cahaya yang kita terima dari matahari adalah akibat dari reaksi‑reaksi nuklir yang terjadi di dalamnya. Cahaya dan panas matahari mendukung kehidupan di muka bumi. Panas menguapkan air untuk membentuk awan‑awan, menyebabkan terjadinya perbedaan‑perbedaan temperatur yang mengakibatkan gerakan angin, yang mendorong awan‑awan dan percikan‑percikan hujan. Apakah Mikail bertugas menjalankan [reaksi] semua daya nuklir di alam, termasuk [reaksi‑reaksi] nuklir yang terjadi di matahari itu?
Transformasi Energi menjadi Materi
Sebelumnya kita sudah mengetahui bahwa materi dan energi bisa saling dikonversikan. Jika para malaikat adalah energi‑energi, maka apakah mereka pemah mengambil bentuk materi? Dalam kaitan ini marilah kita kaji ayat-ayat Al‑Qur'an berikut ini.
Dan para utusan Kami telah datang kepada Ibrahim membawa berita gembira. Mereka mengatakan, 'Selamat.' Selamat' kata Ibrahim dan dia pun tanpa mengulur­ulur waktu menyuguhkan daging anak sapi yang dipanggang. Kemudian ketika melihat bahwa tangan mereka tidak dapat menjamahnya, dia pun menganggap perbuatan mereka aneh dan merasa takut kepada mereka ...[11:69:70]
Kemudian Kami kirimkan kepadanya [Maryam] Ruh Kami, maka ia pun menjelma di depan matanya seperti manusia yang sebenarnya.[19:17]
Dalam kisah sejarah Nabi Lut a.s. [11:77-81] juga, para utusan dikatakan telah datang dalam bentuk manusia. Melalui hadis‑hadis yang terkenal dan sahih kita mengetahui bahwa Jibril muncul sebagai manusia di depan Nabi Muhammad saw. dan para sahabatnya.
Ayat‑ayat AI‑Qur'an yang dikutip di atas mendukung pendapat bahwa para malaikat dan Ruh itu merupakan bentuk‑bentuk energi radian yang berbeda‑beda karena mereka juga dapat berubah menjadi bentuk‑bentuk materi sebagaimana energi berubah menjadi materi.
Jin
Mengenai jin Al‑Qur'an menyatakan:
Dan jin telah Kami cipta sebelumnya dari gelombang api yang sangat panas.[15:27]
Dan di antara jin‑jin itu ada yang bekerja untuknya atas izin Tuhannya. [34:12]
Ayat‑ayat Al‑Qur'an ini memberikan kesan kepada kita bahwa jin pun, sebagaimana para malaikat, merupakan energi radian dan diberi pekerjaan oleh Allah.
Di banyak tempat dalam Al‑Qur'an, jin‑iin itu disebut bersama‑sama dengan manusia dan pada satu tempat tujuan utama penciptaan mereka disebutkan sebagai berikut.
Sesungguhnya Aku tidak mencipta Jin dan manusia kecuali agar [mereka] beribadah kepada‑Ku." [51:56]
Dalam bidang Fisika Quantum sudah ditunjukkan bah­wa sebuah photon tunggal (partikel cahaya) atau sebuah elektron, bisa dijatuhkan di sebuah layar yang memiliki dua buah lubang sempit, kita mendapatkan pola peneri­maan sinyal yang memberikan kesan bahwa photon atau elektron tunggal menerobos melalui kedua lubang itu se­cara simultan. Bagi setiap pengamat yang melihat photon atau elektron itu datang melalui salah satu di antara lu­bang‑lubang itu, maka ada pengamat lain di dunia lain yang melihatnya melalui bagian integral eksperimen itu dan tidak ada sesuatu pun bila ia tidak dipersepsi. Kedua pengamat itu. sama‑sama benar. Alam semesta membagi dirinya menjadi dua. Apakah pengamat lain itu Jin yang berhubungan dengan manusia tertentu itu?
Diriwayatkan oleh lbnu Mas'ud bahwa Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam pernah berabda: 'Tidak ada seorang pun di antara kamu tetapi ada yang bertugas mengawasinya, seorang sahabat di antara Jin‑jin dan seorang di antara para Malaikat. [HR Muslim]
Mengenai syetan atau Iblis, Al‑Qur'an menyatakan:
Dia [Iblis] berkata, 'Saya lebih baik daripada dia [manusia, Adam] Engkau mencipta saya dari api dan Engkau men­cipta dia dari tanah liat.[7:12] Maka mereka [para malaikat] pun bersujud [kepada] Adam, kecuali Iblis. Dia adalah dari Jin dan kemudian mereka membangkang perintah Tuhannya. [7:12]
Mereka [Iblis] berjanji kepada mereka [manusia] dan mem­bangkitkan angan‑angan kosong kepada mereka. Sesung­guhnya yang dijanjikan oleh Syetan kepada mereka hanyalah tipu daya."[4:120]
... sehingga Dia [Allah] menjadikan apa yang disampaikan oleh Syetan itu cobaan bagi orang‑orang yang hatinya berpenyakit dan yang hatinya keras."[22:53]
Ayat‑ayat Al‑Qur'an ini menunjukkan bahwa Iblis juga dicipta dari bentuk energi yang sama sebagaimana Jin. Dia tersusun dari energi dan manusia dari materi. Barangkali karena menyadari kemungkinan bisa terjadinya antaraksi antara materi dan energi, maka dia menyatakan: 'Saya akan menyesatkan mereka [manusia] dan menggoda mereka dengan kesenangan-­kesenangan semu. ' Beberapa jenis penyakit jasmani disebabkan oleh bibit‑bibit penyakit yang tidak terlihat, sama halnya dalam penyakit-penyakit kehidupan spiritual di hati disebabkan oleh Iblis. Penyakit‑penyakit jasmani disembuhkan dengan obat dan dalam beberapa kasus, dengan radiasi elektromagnetik, maka demikian pula halnya dengan penyakit‑penyakit hati, sebagaimana dinyatakan sebelumnya, bisa disembuhkan dengan Al‑Qur'an, yang dinyatakan sebagai 'Nur' dan dipahami dengan makna energi radian.
Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam dilaporkan pemah bersabda, sebagaimana disebutkan sebelumnya, seorang Jin dan seorang Malaikat menemani setiap orang. [HR Muslim] Sangat boleh jadi Malaikat itu membisikkan ke dalam hati manusia gagasan‑gagasan yang baik dan Jin dengan gagasan‑gagasan jahat. Bisikan atau ilham dari Malaikat itu mungkin beru­pa apa yang kita sebut kesadaran yang membantu mem­bedakan antara yang baik dan buruk dan mendorong kita untuk berbuat baik dan [bisikan] Syetan boleh jadi berupa keinginan jahat kita yang menimbulkan pikiran‑pikiran jahat dan yang menggoda kita untuk melakukan kejahatan. Dua corak bisikan atau ilham ini adalah penyebab-­penyebab utama semua tindakan dan perbuatan manusia, salah satunya menuju ke surga dan yang lain ke neraka.
Penyataan bahwa hati atau jiwa kita sensitif terhadap bisikan atau ilham atau, dengan bahasa sains, terhadap radiasi elektromagnetik, melalui Jiwa, para Malaikat, Jin atau Syetan, tidak berarti bahwa hati atau jiwa manusia berisi instrumen‑instrumen seperti transmitter, amplifier, transformer, dan sebagainya. la hanyalah berarti bahwa pekerjaan‑pekerjaan yang dilakukan oleh alat‑alat ini atau alat‑alat lain di dunia materi dilakukan oleh hati dan atau jiwa di dunia spiritual disamping fungsi­-fungsinya yang lain, jiwa manusia adalah komputer terbaik di muka bumi. Ini tidak berarti bahwa otak itu sama dalam konstruksinya dengan komputer elektronik; ia hanya berarti bahwa otak melaksanakan pekerjaan‑pekerjaan yang sama dengan yang dikerjakan oleh komputer elektronik. Otak dan komputer berbeda ukurannya, mekanismenya dan konstruksi materialnya, namun sifat pekerjaan yang dilakukannya sama.
Dengan demikian manusia tampaknya merupakan perpaduan yang erat antara gejala‑gejala materi dan energi. Keyakinan pada hakikatnya bersifat spiritual dan para Malaikat merupakan hal penting dalam keyakinan Muslim sebagaimana terbukti dari ayat Al‑Qur'an berikut ini.
Akan tetapi kebaikan itu adalah siapa saja yang beriman ke­pada Allah, Hari Akhir, para malaikat kitab‑kitab [Allah] dan para nabi [Allah].[2:177]

Keyakinan atas adanya para Malaikat, dalam semua pengertian yang sudah dikemukakan sejauh ini, berarti keyakinan atas adanya energi‑energi berikut efek­efeknya dan bahwa energi‑energi ini sudah dicipta oleh Allah, yang perbedaamya hanya dalam nama‑namanya saja. Al-Qur'an lebih lanjut menyatakan sebagai berikut.
Dan [ingatlah] ketika Kami berbicara dengan para malaikat 'Bersujudlah kamu sekalian kepada Adam!' Maka mereka pun bersujud kecuali Iblis. Dia enggan melakukannya dan bersombong diri. Dan dia tennasuk kelompok kafir.[2:34]

Menurut ayat Al‑Qur'an tersebut di atas para malaikat disuruh bersujud kepada Adam as. Sernuanya taat kecuali Iblis. Ini berarti bahwa IbIis juga diakui sebagai malaikat, tetapi menurut ayat lain dalam Al‑Qur'an [18:50], Iblis dinyatakan sebagai Jin. Dengan memperhatikan makna ini, katakata Arab ملائكة [Mala'ikah], jamak dari kata ملك [Malak] untuk makhluk Malaikat tampaknya mempunyai makna energi‑energi yang dalam hal ayat Al‑Qur'an tersebut di atas, berarti semua energi diperintah oleh Allah untuk bersujud [tunduk] kepada manusia, dan semuanya mematuhi kecuali energi jahat, yaitu IbIis. Manusia ditugaskan untuk mengendalikan berbagai energi itu karena[nya] Allah memerintah energi‑energi itu untuk tunduk di bawah kontrolnya [manusia]. Karena itu penghargaan terhadap kemajuan yang dicapai dalam sains dan teknologi kembali kepada Allah dan bukan kepada manusia. Karena hak untuk memerintah berbagai energi itu bukan merupakan keberhasilan manusia, maka meletakkan energi yang jahat, yakni Syetan, di bawah kontrolnya sajalah yang merupakan keberhasilannya. Sebenamya inilah satu-satunya tantangan yang dihadapkan kepadanya.

Apakah kita tidak akan melakukan usaha secara sungguh‑sungguh ke arah ini dengan mengikuti perintah‑perintah yang terkandung dalam Al‑Qur'an?
Sumber: berbagai sumber dan artikel-artikel terkait

27 Januari 2013

7 Lapis energi micro kosmik manusia


Dalam kepercayaan timur, manusia memiliki Tubuh Energi. Mazhab yang umum mengatakan bahwa tubuh energi manusia ada 7 (tujuh) Lapis. Setiap lapisan tubuh energi, atau bisa dikatakan setiap tubuh energi, bila dipelihara dan dikembangkan, akan memunculkan potensi ”adikodrati” yang luar-biasa, yang sesungguhnya merupakan fitrah diri manusia.
  1. Lapis Tubuh Energi Pertama   : Tubuh Fisik
  2. Lapis Tubuh Energi Kedua      : Tubuh EGO [tubuh eterik atau tubuh prana].
  3. Lapis Tubuh Energi Ketiga     : Tubuh Astral / Tubuh Emosi
  4. Lapis Tubuh Energi Keempat  : Tubuh PIKIRAN/Tubuh Mental atau Tubuh Psikis
  5. Lapis Tubuh Energi Kelima     : Tubuh KESADARAN ENERGI
  6. Lapis Tubuh Energi Keenam   : Tubuh KESADARAN COSMIC
  7. Lapis Tubuh Energi Ketujuh  : Tubuh KESADARAN RUH AL-QUDS/NUR MUHAMMAD
Ketujuh lapisan tubuh ini bisa dibayangkan seperti lapisan kulit bawang, dengan hukum yang berlaku : 
Lapisan diatas meliputi lapisan dibawahnya. LTE [Lapis Tubuh Energi] ke Tujuh dapat mengakses dan mengendalikan LTE ke Enam hingga lapisan tubuh Pertama, tetapi LTE Pertama tidak dapat mengendalikan / mengakses LTE ke dua dan diatasnya. Itu yang saya maksud dengan meliputi.

NAMUN sangat perlu dipahami, karena Basis (default) Kesadaran manusia (hidup) berada di tubuh fisik. Jika pada lapisan-lapisan bawah tubuh energi bermasalah (kotor), maka dapat menjadi penghalang (HIJAB) untuk mencapai kesadaran atau menggunakan potensi kemampuan lapisan energi yang berada diatasnya.

Lapis Tubuh Energi Pertama : Tubuh Fisik
Dalam kepercayaan timur, lapisan tubuh pertama berhubungan dengan Chakra Dasar.

LTE pertama mempunyai hubungan yang sangat erat dengan tubuh fisik. Seseorang yang berniat mengolah dan memanfaatkan potensi Tubuh Energi dan potensi Tubuh Cahayanya, harus merawat kesehatan LTE pertama ini dengan cara menjaga keseimbangan kebutuhan tubuh fisik seperti:
  • Makan & Minum. Makanlah makanan yang halal (baik cara perolehan maupun kandungan dzatnya), baik dan teratur, tidak berlebihan, serta gizi yang baik. Makanan yang didapatkan secara haram akan mengotori LTE ini.
  • Hubungan Seks. Lakukan secara halal dan tidak berlebihan.
  • Olah raga secara cukup dan teratur. Tubuh fisik kita tidak bisa terus-menerus berdiam diri, ia harus digerakkan secara teratur. Sudah sangat jamak diketahui bahwa jika tubuh ini kurang gerak maka penyakit-penyakit akan numpuk, begitu juga sirkulasi energi yang ada kurang aktif.
  • Istirahat dan tidur yang cukup untuk memulihkan energi.
Lakukan aktifitas makan, minum, berhubungan seks, olah-raga secara seimbang, jangan melampaui batas (berlebihan/kekurangan) karena dapat merusak, menjadikan lapisan tubuh pertama menjadi kotor / bermasalah.

Dalam agama islam, mungkin kita bisa merujuk pada sebuah hadist yang sangat populer, kira-kira intinya adalah sbb: ”Berhentilah makan sebelum kenyang”. Mengapa kita dinasihatkan demikian? Mungkin, jawabannya kurang-lebih adalah demikian:
  • Kekenyangan dapat membawa dampak yang kurang bagus bagi tubuh fisik, menjadi ”endut”.
  • Kekenyangan dikhawatirkan hanya memperturutkan nafsu belaka, sehingga tumbuh sifat serakah.
LTE Pertama ini saya sebut sebagai Lapisan Tubuh NAFSU karena sangat terkait dengan nafsu untuk pemenuhan kebutuhan tubuh fisik: libido, syahwat, lapar, haus.

Jika nafsu-nafsu makan, minum, berhubungan seks, bergerak, yang melekat dan sebagai driver untuk menjaga kelangsungan hidup tubuh fisik ini terlalu menonjol (berlebih) maka lapisan tubuh pertama ini akan menjadi kotor dan bisa menjadi Hijab untuk mengakses potensi-potensi LTE diatasnya.

Kekotoran bisa terjadi, bukan hanya sebagai ”akibat” dari tindakan (action), tetapi ”hanya” dalam tataran fantasi dan imajinasi pun sangat mungkin membuat lapisan tubuh energi ini menjadi kotor. Ketakutan / kekhawatiran yang berlebih akan terputusnya kelangsungan (sumber) rizki (makan) pun dapat mengotori LTE ini.

Jika LTE Pertama ini kotor, Bagaimana mengatasinya?

Dalam agama islam, secara preventif banyak ”pasal” yang mengatur masalah ini, seperti menjaga pandangan dari hal-hal yang haram dan diharamkan, menutup aurat, tidak berdua-duaan dengan yang bukan muhrim, puasa sunnah, puasa wajib, tidak makan daging babi, bangkai, darah, minum-minuman keras dan lain sebagainya. Puasa juga dapat dilakukan sebagai tindakan kuratif. Taubat dan istighfar yang dilakukan secara tepat dapat membersihkan kekotoran lapisan tubuh pertama ini.

Lapis Tubuh Energi Kedua : Tubuh EGO [tubuh eterik atau tubuh prana].
Dalam kepercayaan timur, lapisan tubuh kedua ini berhubungan dengan Chakra Seks.

Lapisan Tubuh Energi kedua saya sebut sebagai Tubuh EGO, secara umum mungkin dikenal sebagai tubuh eterik atau tubuh prana. 

Jika LTE pertama adalah tempat nafsu untuk pemenuhan kebutuhan dasar, kebutuhan tubuh fisik, maka LTE Kedua adalah tempat beradanya nafsu untuk pemenuhan Citra diri, harga diri, gengsi, dll. Pada lapisan inilah terdapat hasrat, ambisi, keinginan-keinginan. Aku ingin begini, aku ingin begitu.. persis lagunya Doraemon. Hasrat, ambisi, adalah fitrah manusia yang dapat mendorong manusia untuk selalu menjadi lebih baik dalam segala hal: sosial, ekonomi, ilmu-pengetahuan, teknologi, spiritual, dll.

Lapisan Tubuh Kedua ini meliputi (dapat mengakses) lapisan Tubuh Pertama. Jika potensi ‘hasrat’ dipadu dengan nafsu seks maka akan menjadi dorongan untuk melakukan aktifitas seksual, begitu pula jika hasrat dipadu dengan nafsu makan, mungkin hasratnya tidak sekedar makan, tetapi ingin makanan yang lebih bergizi dan bergengsi, jadilah kegiatan makan yang tidak sekedar makan.

Jika hasrat, ambisi dan keinginan ini dibiarkan bebas, maka akan terjadi pelanggaran fitrah manusia. Manusia adalah makhluk yang cenderung melampaui batas. Ambisius, Mau menang sendiri, Serakah, tamak... Ketika hasrat ini diperturutkan menjadi bebas, kebablasan, maka LTE Kedua menjadi kotor yang akan menjadikan hijab dan sulit bagi kita (dikesadaran fisik) untuk memanfaatkan potensi-potensi lapisan tubuh energi diatasnya.

Dibalik hasrat, ambisi dan keinginan-keinginan, terdapat unsur-unsur pelengkap seperti : Berani dan Takut, Kecewa dan Puas, sakit hati dan senang hati. Takut adalah hal yang wajar, merupakan indikasi bahwa kita belum paham terhadap apa yang sedang/akan kita hadapi, tetapi Ketakutan adalah lain soal. Ketakutan menjadikan tubuh energi kita lemah, dan keberanian menjadikan kita kuat. Namun keberanian tanpa memperhatikan moral, etika, agama, dll, akan membuat Lapisan Tubuh Energi kedua ini menjadi kotor.

Lapis Tubuh Energi  Ketiga : Tubuh Astral / Tubuh Emosi
Dalam kepercayaan timur, lapisan tubuh ketiga ini berhubungan dengan Chakra Solar Plexus.

Lapisan tubuh ketiga sering disebut sebagai tubuh astral, namun saya lebih suka menyebutnya sebagai Tubuh EMOSI. Mengapa? Karena pada lapisan tubuh energi inilah bersemayamnya segenap perasaan kita seperti: senang - susah, kecewa - puas, sakit hati, gembira - sedih, marah, takut - berani, dll.

Ketika kematian menjemput (Ruh ditarik pulang), lapisan tubuh pertama dan lapisan tubuh kedua akan mati dan terurai menjadi unsur-unsur alam semesta pembentuknya, sehingga mereka kehilangan Nafsu dan Hasrat. Lapisan tubuh ketiga, kelangsungannya tergantung dari ’status perasaan’ yang disandangnya. Ikhlas-kah ketika ia meninggal dunia? Tidak-terimakah? Bila orang tersebut meninggal dalam kondisi marah, dendam, kecewa, sedih, dengan kata-lain ”tidak berserah-diri kepada (takdir) Allah”, maka ia akan terus ”hidup” di alam energi dengan membawa emosi kemarahan itu. Ia tidak dapat meneruskan perjalanannya, untuk menunggu di alam penantian yang seharusnya, yang enak, bila seluruh unsur energi – perasaan tersebut telah musnah. Tak ada kelekatan lagi.

Ingat pesan Allah SWT dalam Al Qur’an: ”.. dan janganlah kalian mati kecuali dalam keadaan berserah diri”. Berserah diri = Unbinding dari hal-hal duniawi atau apapun, kecuali hanya kepada Allah SWT.

Maka tak heran seseorang yang sudah meninggal dunia, untuk ”sementara waktu” dapat menampakan diri kepada orang yang masih hidup. ”Sementara waktu” disini bisa berarti beberapa hari hingga beberapa ratus tahun, atau selamanya hingga yaumil kiyamah kelak. Waallahua’alam.

Tubuh ketiga merupakan duplikat tubuh fisik. Tubuh emosi setiap orang memiliki bentuk yang sempurna (utuh) meski saat hidup orang tersebut mempunyai cacat pada tubuh fisiknya. Perbedaannya dari satu orang ke orang yang lain adalah: ada yang pucat, berseri, cerah, dll.

Tubuh emosi inilah yang digunakan untuk melakukan perjalanan keluar tubuh atau perjalanan astral, Out of Body Experience, atau Rogoh Sukmo.

Lapis Tubuh Energi Keempat Tubuh PIKIRAN / Tubuh Mental atau Tubuh Psikis
Dalam kepercayaan timur, lapisan tubuh keempat ini berhubungan dengan Chakra Jantung.

Lapisan tubuh keempat, saya pribadi lebih senang menyebutnya sebagai Tubuh PIKIRAN tempat beradanya pikiran kita - MIND. Banyak orang menyebutnya sebagai tubuh mental atau tubuh psikis.
Beberapa aktifitas yang dilakukan oleh Pikiran adalah:
  • Berpikir
  • Imajinasi dan Visualisasi
  • Fantasy dan Berkhayal
  • Mimpi
Fantasy membayangkan suatu keadaan, kesenangan. Berhati-hatilah dengan fantasi ini, jangan pernah ber-fantasi buruk, jorok misalnya. Karena apa yang kita fantasikan benar-benar terwujud di alam energi ini dan dapat dilihat oleh semua makhluk di alam energi dilevel ini. Maka bukan suatu kebetulan, jika ketika seorang sedang berfantasi jorok lantas mengalami seolah-olah benar-benar merasakan yang difantasikan atau terkadang sering mimpi bersama ”orang” yang di-fantasi-kannya.

LTE Pertama, Kedua dan Ketiga pada dasarnya merupakan bagian dari LTE Ke empat ini.
Orang yang telah mengembangkan kemampuan LTE Keempat ini, akan mendapatkan kemampuan yang dikenal sebagai Extra Sensory Perception (ESP) - mendengar dan melihat tanpa dibatasi oleh ruang dan waktu, melihat dan mendengar bukan menggunakan indera-indera ragawi. Kemampuan ESP bertumbuh secara bertahap, dapat saja saat ini hanya dapat menerka apa yang dipikirkan orang lain, lalu sampailah ia dapat 'melihat' apa yang dipikirkan orang lain. Bagaimana cara melatih dan memperbesar kemampuan ESP ini?

ESP: Telepati, Clairvoyance, Projeksi pikiran dan Membaca pikiran adalah potensi dari tubuh pikiran ini, sedang Pola Pikir (Mindset) adalah bagaimana isi dari Pikiran kita tertata. Hukum Ketertarikan (Law of Attraction) bekerja pada level energi ini.

Lapis Tubuh Energi Kelima : Tubuh KESADARAN ENERGI
Dalam kepercayaan timur, lapisan tubuh kelima ini berhubungan dengan Chakra Tenggorokan.

Potensi apa yang yang dimiliki oleh lapisan tubuh kelima ini?
Lapisan tubuh kelima adalah Tubuh KESADARAN ENERGI. Seseorang dengan lapisan tubuh kelima yang telah berkembang sempurna, jika ia tertidur, maka hanya tubuh fisiknya saja yang tidur sedangkan tubuh energinya tetap sadar. Sadar pada saat tertidur.

Ketika bermimpi, ia sadar bahwa ia sedang berada di alam mimpi. Ketika tubuh fisiknya sedang dibius (anestesi), maka ia tetap sadar dan dapat melihat tubuh fisiknya yang sedang dioperasi – tanpa merasa sakit tentunya.

Sangat jarang orang yang memiliki Lapisan Tubuh Energi Ke Limanya yang telah berkembang sempurna, sebagian besar ”hidup kita”, default kesadaran kita ”parkir” ditubuh fisik (materi). Banyak orang menyebut bahwa kita, dengan kesadaran yang parkir ditubuh fisik, berada dalam keadaan ”tertidur”, mati dalam hidup.. (atau hidup dalam mati ya?.. ).

Lapis Tubuh Energi Keenam : Tubuh KESADARAN COSMIC
Lapisan tubuh energi keenam ini berkaitan dengan chakra Ajna yang terletak diantara kedua mata.

Lapisan tubuh keenam disebut sebagai Tubuh KESADARAN COSMIC. Melalui tubuh ini, seseorang bisa melihat alam semesta ini dengan gamblang. Anda bias berjalan-jalan meninggalkan planet bumi kita yang biru, semakin lama semakin terlihat mengecil. Anda bias melintasi langit.

Lapis Tubuh Energi Ketujuh : Tubuh KESADARAN RUH AL-QUDS/NUR MUHAMMAD
Ruh Al-Quds inilah yang membawa penjelasan kemisian seseorang, untuk apa seseorang diciptakan Allah, secara spesifik orang-per-orang. Dengan kehadiran Ruh Al-Quds, seseorang menjadi mengerti misi hidupnya sendiri. Mereka-mereka yang telah dianugerahi Kesadaran Ruh Al-Quds inilah yang disebut sebagai ‘ma’rifat’, dan telah mengenal diri sepenuhnya.

“Man ‘arafa nafsahu, faqad ‘arafa Rabbahu,” kata Rasulullah. Barangsiapa yang mengenal dirinya, maka ia mengenal Rabb-nya. Dengan kehadiran Ruh Al-Quds ke dalam jiwanya, seseorang menjadi mengenal dirinya, mengerti kemisian dirinya, dan mengenal Rabb-nya melalui kehadiran Ruh-Nya itu.

Dengan mengenal dirinya secara sejati, maka mulailah seseorang ber-agama secara sejati pula. “Awaluddiina ma’rifatullah,” kata Ali bin Abi Thalib kwh. Awalnya ad-diin (agama) adalah ma’rifatullah (mengenal Alah). Jadi berbeda dengan pengertian awam bahwa mencapai makrifat adalah tujuan beragama, justru sebaliknya: ma’rifat adalah awalnya beragama, ber-diin dengan sejati.

Keasadaran Ruh Al-Quds, ini ada juga yang menyebut dengan KESADARAN RUH ILAHI. Karena melalui kesadaran inilah Allah SWT memancarkan dengan sempurna Nur-Nya ke dalam diri manusia. Sehingga dalam faham kejawen, Ruh Al-Quds inilah yang disebut dengan Rasul Sejati.

Inilah Konsep ‘trinitas’ yang dikembalikan oleh Qur’an kepada hakikatnya semula: Allah, Ruh Al-Quds, dan jasad sang Insan Kamil. Pengertian trinitas ini, seiring dengan berjalannya waktu dan jauhnya aliran doktrin dari mata-airnya, perlahan berubah menjadi sesuatu yang abstrak: tiga tetapi satu dan satu tetapi tiga.

Namun Rasulullah melaui Qur’an, secara halus mengembalikan khazanah tritunggal ini kepada esensinya: bukan zatnya yang satu sekaligus tiga, tetapi sebenarnya yang terjadi adalah Allah dan Insan Kamil, melalui kehadiran Ruh Al-Quds, telah sepenuhnya selaras dan menjadi satu kehendak. Apapun perbuatan, perilaku dan kehendak seorang Insan Kamil akan sepenuhnya sesuai dengan kehendak Allah. Sedangkan Allah-nya sendiri, sebagai zat, tetap hanya satu. Inilah yang dikembalikan: Allah itu satu, tidak memiliki anak, dan anggota sistem ke-tiga-an itu terpisah, baik secara hakikat maupun zat. Wujudnya satu, bukan tiga.

Siapa saja Insan Kamil itu? Mereka adalah semua orang yang telah dianugerahi Allah Ruh Al-Quds ke dalam jiwanya. Semua Nabi dan Rasul, termasuk Nabi Isa as, dan para orang suci yang ber-maqam rahmaniyah dan rabbaniyah, adalah Insan Kamil.

Lapisan puncak tubuh energi inilah batas atas perjalanan tubuh energi hingga bertemu dengan keadaan non-eksistensi, kekosongan, tidak ada apa-apa. Mungkin inilah yang dikatakan oleh orang-orang sufi sebagai Alam Fana, atau kepercayaan timur lainnya mengatakannya sebagai Nirwana yang artinya kosong, kekosongan. Tidak ada apa-apa diketinggian alam puncak ini. Kita bisa menyadari tidak ada apa-apa, benar-benar awang-uwung disini. ”saya” pun sudah lenyap.

Fana bukanlah tujuan akhir dari perjalanan Mengenal Diri kita. Fana hanyalah puncak dari kesadaran tubuh energi kita. Jadi Jangan terjebak dan berhenti pada lapis ke tujuh alam energi ini. Jangan karena tidak melihat apa-apa lantas berucap: ”oh.. tidak ada apa-apa selain aku. Akulah Sang Kebenaran”. Agar tidak terjebak, menjadi musryk, prinsip tauhid: La ilaha ilallah - Tiada tuhan selain ALLAH, harus tetap kita pegang teguh, sampai kapanpun.

KORELASI LAPISAN TUBUH ENERGI DAN LAPIS LANGIT ALAM ENERGI
Lapisan-lapisan Tubuh Energi berkorelasi dengan lapisan langit di alam (dimensi) energi. Lapisan Tubuh Energi Pertama berkorelasi dengan Langit Pertama alam energi, dan seterusnya. Jika seseorang telah berhasil mengembangkan potensi Lapisan Tubuh Ke Tujuh, maka ia akan bisa ”mengakses” Langit Ketujuh Alam Energi.

Lapis Langit di atas, meliputi Lapis langit dibawahnya. Artinya, ketika seseorang bisa mengembangkan potensi Lapisan Tubuh Energi Kelima dan ia tidak memiliki hambatan (hijab) pada lapisan-lapisan Tubuh Energi dibawahnya, juga tidak ada hambatan pada Tubuh Materinya, maka ia akan bisa menggunakan dan menikmati potensi-potensi lapisan Tubuh Keempat dengan sadar.

Bagaimana cara membersihkan LTE ini?
Secara umum, dalam dunia reiki dan sebangsanya, dikenal dengan istilah attunement: penyelarasan, pengaktifan Cakra-cakra melalui pembersihan / pembukaan. Cara-cara tersebut, saya pandang lebih berisiko dibanding menggunakan cara yang lebih islami. Resikonya adalah terjadinya penyumbatan-penyumbatan saluran energi tubuh akibat dari sisa “pembakaran” (pembersihan) Cakra dan saluran/jalur tubuh energi. Contoh resiko adalah Kundalini Syndrome. Cara Islami akan mendapatkan hasil yang jauh lebih baik, karena tanpa efek-samping, kotoran akan lenyap tanpa mempengaruhi jalur energi ataupun cakra-cakra yang lain. Seperti apa cara Islami (yang saya maksud) tersebut?. Itulah yang disebut TAZKIYATUN NAFS atau bahasa kerennya Metode Kultivasi....

Bagaimana Cara Meningkatkan & Memurnikan Kesadaran Hingga Mencapai Kesadaran Ruh..??
Yaitu dengan Energi Al-Wasilah.

Allah swt berfirman :
"Hai orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya[Al-Wasilah], dan berjihadlah pada jalan-Nya, supaya kamu mendapat keberuntungan (sukses)."(QS.Al Maidah :35).

Syekh Sulaiman Zuhdi pada waktu menafsirkan QS.Al Maidah:35 menyatakan :

“Pengertian umum dari wasilah adalah sesuatu yang dapat menyampaikan kita kepada suatu maksud atau tujuan. Nabi Muhammad SAW adalah wasilah yang paling dekat untuk sampai kepada Allah SWT, kemudian kepada penerusnya-penerusnya yang Kamil Mukammil yang telah sampai kepada Allah SWT yang ada pada tiap-tiap abad atau tiap-tiap masa”

Umumnya pendapat ulama yang tidak mengenal Tasawuf Tarekat menyatakan bahwa Al-Wasilah itu hanya berupa amal ibadah. Namun perlu diperhatikan, Selama nafas terakhir kita belum meninggalkan tenggorokan, Lapisan Tubuh Energi (LTE) setiap saat berpotensi menjadi kotor. Bila kita terus menjaga Nafsu, Ego dan Emosi (NEE) agar tetap normal – tidak berlebihan, dan tetap menjaga ibadah-ibadah kita seperti Sholat, puasa dan dzikir, Insya Allah LTE kita akan tetap bersih. Jika kita lalai maka LTE kita akan menjadi kotor, dengan catatan bahwa puasa, sholat dan dzikir tersebut dilakukan dengan khusuk, dengan ingatan yang senantiasa terhubung dengan Allah Subhannalahu wata’ala.

Mengapa bisa demikian? Karena Tubuh Energi kita ini merupakan medan pertempuran antara Jiwa kita melawan iblis dan setan beserta balatentaranya. Jiwa kita berkepentingan menjaga agar LTE tetap bersih, supaya kita (badan wadag) memiliki kesadaran ilahiah, dan supaya tidak menjadi penghambat, penghalang, perjalanan Jiwa menempuh Alam Cahaya. Sementara Iblis dan sekutunya, yang merupakan musuh yang nyata bagi manusia, berusaha terus memanas-manasi NEE kita, memberikan pengaruh kebimbangan-kebimbangan dan keraguan dalam pikiran kita, hingga akhirnya LTE kita menjadi kotor dan dikuasai mereka.

Nah, pertanyaannya. Mampukah manusia yang setiap hari berjibaku melawan dirinya sendiri ini mengandalkan kekuatan amal ibadah dirinya sendiri sebagai Al-Wasilah untuk meningkatkan kesadarannya...??? Maka jawabnya adalah sangat TIDAK MUNGKIN....

Hanya Al-Wasilah yang datang dari sisi Allah swt sajalah yang mampu menaikkan derajat kesadaran manusia hingga ke derajatnya yang tertinggi. Al-Wasilah Itulah yang disebut Hidayah yaitu energi Al-Wasilah yang datang langsung Dari Allah SWT dan Syafaat atau Hidayah Allah yang melalui Rasulullah. Itulah Hakikat dari Sholawat. 

Al-Wasilah yang berupa syafaat Rasulullah inilah yang diwariskan secara berantai dalam Rantai Emas Silsilah Para Guru Muryid Tharekat untuk diberikan kepada kaum muslimin. Dan Karena dengan Al-Wasilah ini seseorang manusia yang masih kotor tubuh energinya mempunyai kesempatan untuk mengakses Kesadaran Ruh Al-Quds/Nur Muhammad yang berada di dalam dirinya dan menumbuh kembangkan spiritualitasnya hingga mencapai Kesadaran Nur Muhammad, maka untuk kemudian Al-Wasilah jenis ini juga disebut sebagai Nur Muhammad.

Dalam ilmu balaghah dikenal istilah “Majaz Mursal :
مِنْ إطْلاَقِ الْمَحَلِّ وَإرَادَةِ الْحَال

artinya menyebut wadah, sedangkan sebenarnya yang dimaksud adalah isinya. Disebutkan pula Nabi Muhammad sebagai wasilah, tetapi yang dimaksud sebenarnya adalah Nuurun ala nuurin yang ada pada rohani Rasulullah SAW.

Prof.DR.H.S.S Kadirun Yahya menyatakan bahwa wasilah itu adalah suatu channel, saluran atau frekuensi yang tak terhingga yang langsung membawa kita kehaderat Allah SWT.

Wasilah itu ialah :
نُوْرٌُ عَلىَ نُوْرٍِ يَهْدِاللهُ لِنُوْرِهِ مَنْ يَشَآءُ

“Cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis), Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang dia kehendaki “(QS An-Nur :35).

Wasilah itu telah ditanamkan ke dalam diri rohani Arwahul Muqaddasah Rasulullah SAW yang merupakan sentral penghubung antara Rasulullah SAW dan ummatnya menuju kehaderat Allah SWT.

Para Sahabat dan ummat Rasulllah SAW harus mendapatkan wasilah ini di samping menerima Alquran dan As-Sunah

Rasulullah SAW bersabda :
كن مع الله فإن لم تكن مع الله كن مع من مع الله فإنه يصيلك الى الله

"Jadikanlah dirimu beserta dengan Allah, jika kamu belum bisa menjadikan dirimu beserta dengan Allah maka jadikanlah dirimu beserta dengan orang yang telah beserta dengan Allah, maka sesungguhnya orang itulah yang menghubungkan engkau (rohanimu) kepada Allah" (H.R. Abu Daud).

WALLAHU A'LAM

REFERENSI :
KANG ABET

15 Januari 2013

Spiritual power sang 'aarif billah Dzun Nun Al Mishri


Nama Dzun Nun mempunyai makna tersendiri, yaitu arti dari namanya adalah ”seseorang yang mempunyai huruf Nun dari mesir”. Huruf Nun ini mempunyai makna tersendiri, sebuah simbol spiritual power. Huruf Nun dimaknai sebagai relasi antara Tuhan dan hambanya, dimana huruf Nun ini mempunyai sebuah titik ditengah dan garis yang melingkarinya. Simbol tersebut dimaknai sebagai sebuah roda kehidupan yang mempunyai titik tujuan sebagai asal, awal dan titik sentral dari kehidupan.

Sang Wali yang Haus Hikmah
Nama lengkap Dzun Nun Al Mishri adalah Abu Al-Faid Tsauban bin Ibrahim, Ia dilahirkan di Ikhmin, dataran tinggi Mesir, Pada tahun 180 H/796 M. Dan wafat pada tahun 246 H/856 M dan di makamkan dekat makam Amr bin Ash dan Uqbah bin Al Harun. Ia adalah seorang sufi besar dari Mesir, Seorang ahli kimia dan fisika dan dia juga seorang sufi yang pertama kali menganalisis ma’rifah secara konsepsional. Sufi agung yang memberikan kontribusi besar terhadap dunia pemahaman dan pengamalan hidup dan kehidupan secara mendalam antara makhluk dengan sang pencipta, makhluk dan sesama ini mempunyai nama lengkap al-Imam al-A’rif al-Sufy al-Wasil Abu al-Faidl Tsauban bin Ibrahim, dan terkenal dengan Dzunnun al-Misry. Kendati demikian besar nama yang disandangnya namun tidak ada catatan sejarah tentang kapan kelahirannya.

Perjalanan Ruhaniah

Ketika si kaya tak juga kenyang dengan bertumpuknya harta. Ketika politisi tak jua puas dengan indahnya kursi. Maka kaum sufi pun selalu haus dengan kedekatan lebih dekat dengan Sang Kekasih sejati. Selalu ada kenyamanan yang berbeda. Selalu ada kebahagiaan yang tak sama.

Maka demikianlah, Dzunnun al-Misri tidak puas dengan hikmah yang ia dapatkan dari burung kecil tak berdaya itu. Baginya semuanya adalah media hikmah. Batu, tumbuhan, wejangan para wali, hardikan pendosa, jeritan kemiskinan, rintihan orang hina semua adalah hikmah.
Suatu malam, tatkala Dzunnun bersiap-siap menuju tempat untuk ber-munajat ia berpapasan dengan seorang laki-laki yang nampaknya baru saja mengarungi samudera kegundahan menuju ke tepi pantai kesesatan. Dalam senyap laki-laki itu berdoa “Ya Allah Engkau mengetahui bahwa aku tahu ber-istighfar dari dosa tapi tetap melakukannya adalah dicerca. Sungguh aku telah meninggalkan istighfar, sementara aku tahu kelapangan rahmatmu. Tuhanku… Engkaulah yang memberi keistimewaan pada hamba-hamba pilihan-Mu dengan kesucian ikhlas. Engkaulah Zat yang menjaga dan menyelamatkan hati para auliya’ dari datangnya kebimbangan. Engkaulah yang menentramkan para wali, Engkau berikan kepada mereka kecukupan dengan adanya seseorang yang bertawakkal. Engkau jaga mereka dalam pembaringan mereka, Engkau mengetahui rahasia hati mereka. Rahasiaku telah terkuak di hadapan-Mu. Aku di hadapan-Mu adalah orang lara tiada asa”. Dengan khusyu’ Dzunnun menyimak kata demi kata rintihan orang tersebut. Ketika dia kembali memasang telinga untuk mengambil hikmah di balik ratapan lelaki itu, suara itu perlahan menghilang sampai akhirnya hilang sama sekali di telan gulitanya sang malam namun menyisakan goresan yang mendalam di hati sang wali ini.

Di saat yang lain ia bercerita pernah mendengar seorang ahli hikmah di lereng gunung Muqottom. ” Aku harus menemuinya ” begitu ia bertekad kemudian. Setelah menempuh perjalanan yang cukup melelahkan ia pun bisa menemukan kediaman lelaki misterius. Selama 40 hari mereka bersama, merenungi hidup dan kehidupan, memaknai ibadah yang berkualitas dan saling tukar pengetahuan. Suatu ketika Dzunnun bertanya: “Apakah keselamatan itu?”. Orang tersebut menjawab “Keselamatan ada dalam ketakwaan dan al-Muroqobah (mengevaluasi diri)”. “Selain itu ?”. pinta Dzunnun seperti kurang puas. “Menyingkirlah dari makhluk dan jangan merasa tentram bersama mereka!”. “Selain itu ?” pinta Dzunnun lagi. “Ketahuilah Allah mempunyai hamba-hamba yang mencintai-Nya. Maka Allah memberikan segelas minuman kecintaan. Mereka itu adalah orang-orang yang merasa dahaga ketika minum, dan merasa segar ketika sedang haus”. Lalu orang tersebut meninggalkan Dzunnun al-Misri dalam kedahagaan yang selalu mencari kesegaran cinta Ilahi.

Kealiman Dzun Nunal-Misri
Betapa indahnya ketika ilmu berhiaskan tasawuf. Betapa mahalnya ketika tasawuf berlandaskan ilmu. Dan betapa agungnya Dzunnun al-Misri yang dalam dirinya tertata apik kedalaman ilmu dan keindahan tasawuf. Nalar siapa yang mampu membanyah hujjahnya. Hati mana yang mampu berpaling dari untaian mutiara hikmahnya. Dialah orang Mesir pertama yang berbicara tentang urutan-urutan al-Ahwal dan al-Maqomaat para wali Allah.
Maslamah bin Qasim mengatakan “Dzunnun adalah seorang yang alim, zuhud wara’, mampu memberikan fatwa dalam berbagai disiplin ilmu. Beliau termasuk perawi Hadits”. Hal senada diungkapkan Al-Hafidz Abu Nu’aim dalam Hilyah-nya dan al-Dzahabi dalam Tarikh-nya bahwasannya Dzunnun telah meriwayatkan hadits dari Imam Malik, Imam Laits, Ibn Luha’iah, Fudhail ibn Iyadl, Ibn Uyainah, Muslim al-Khowwas dan lain-lain. Adapun orang yang meriwayatkan hadis dari beliau adalah al-Hasan bin Mus’ab al-Nakha’i, Ahmad bin Sobah al-Fayyumy, al-Tho’i dan lain-lain. Imam Abu Abdurrahman al-Sulamy menyebutkan dalam Tobaqoh-nya bahwa Dzunnun telah meriwayatkan hadis Nabi dari Ibn Umar yang berbunyi ” Dunia adalah penjara orang mu’min dan surga bagi orang kafir”.
Di samping lihai dalam ilmu-ilmu Syara’, sufi Mesir ini terkenal dengan ilmu lain yang tidak digoreskan dalam lembaran kertas, dan datangnya tanpa sebab. Ilmu itu adalah ilmu Ladunni yang oleh Allah hanya khusus diberikan pada kekasih-kekasih-Nya saja.
Karena demikian tinggi dan luasnya ilmu sang wali ini, suatu ketika ia memaparkan suatu masalah pada orang di sekitarnya dengan bahasa Isyarat dan Ahwal yang menawan. Seketika itu para ahli ilmu fiqih dan ilmu ‘dhahir’ timbul rasa iri dan dan tidak senang karena Dzunnun telah berani masuk dalam wilayah (ilmu fiqih) mereka. Lebih-lebih ternyata Dzunnun mempunyai kelebihan ilmu Robbany yang tidak mereka punyai. Tanpa pikir panjang mereka mengadukannya pada Khalifah al-Mutawakkil di Baghdad dengan tuduhan sebagai orang Zindiq yang memporak-porandakan syari’at. Dengan tangan dirantai sufi besar ini dipanggil oleh Khalifah bersama murid-muridnya. “Benarkah engkau ini zahidnya negeri Mesir?”. Tanya khalifah kemudian. “Begitulah mereka mengatakan”. Salah satu pegawai raja menyela : “Amir al-Mu’minin senang mendengarkan perkataan orang yang zuhud, kalau engkau memang zuhud ayo bicaralah”.
Dzunnun menundukkan muka sebentar lalu berkata “Wahai amiirul mukminin…. Sungguh Allah mempunyai hamba-hamba yang menyembahnya dengan cara yang rahasia, tulus hanya karena-Nya. Kemudian Allah memuliakan mereka dengan balasan rasa syukur yang tulus pula. Mereka adalah orang-orang yang buku catatan amal baiknya kosong tanpa diisi oleh malaikat. Ketika buku tadi sampai ke hadirat Allah SWT, Allah akan mengisinya dengan rahasia yang diberikan langsung pada mereka. Badan mereka adalah duniawi, tapi hati adalah samawi…….”.
Dzunnun meneruskan mauidzoh-nya sementara air mata Khalifah terus mengalir. Setelah selesai berceramah, hati Khalifah telah terpenuhi oleh rasa hormat yang mendalam terhadap Dzunnun. Dengan wibawa khalifah berkata pada orang-orang datang menghadiri mahkamah ini : “Kalau mereka ini orang-orang Zindiq maka tidak ada seorang muslim pun di muka bumi ini”. Sejak saat itu Khalifah al-Mutawaakil ketika disebutkan padanya orang yang Wara’ maka dia akan menangis dan berkata “Ketika disebut orang yang Wara’ maka marilah kita menyebut Dzunnun”.

Kesabaran Dzun Nun al-Misri
Dzun Nun al-Misri mempunyai seorang anak perempuan yang sangat saleh. Ketika putrinya masih sangat muda, dia bersama bapaknya ke laut dan menjala ikan. Dzun Nun masuk ke air, dan putrinya menunggu di bibir pantai. Setelah beberapa lama menebar jala, tak satupun ikan yang dapat, namun pada akhirnya, dia mendapatkan ikan besar yang tersangkut di jalanya. Ketika Dzun Nun siap memasukkan ikan hasil tangkapannya itu ke dalam wadah ikan, putrinya segera mengambil ikan itu dan melepaskannya kembali ke dalam air laut. Ikan itu berenang menjauh ke tengah laut.
Dzun Nun kaget dan bertanya pada putrinya, “Mengapa engkau membuang ikan hasil tangkapan kita?” “Aku menyaksikan ikan itu tengah menggerakan mulutnya. Aku lihat dia sedang berzikir dan menyebut nama Allah. Aku tidak mau memakan mahluk yang berzikir kepada Allah.” Jawab anaknya.
Putri Dzun Nun memegang tangan Bapaknya seraya berkata, “Bersabarlah, Bapak. Kita seharusnya berserah diri kepada Allah. Sesungguhnya Dia akan memberi rizki kepada kita”.
Mereka berdua kemudian shalat di tepi pantai dan tawakkal kepada Allah. Hingga sore hari. Akhirnya mereka pulang ke rumah. Setelah sholat isya’, tempat makan mereka penuh dengan makanan. Makanan itu dikirim oleh Allah untuk mereka. Setiap hari, selama lebih dari sebelas tahun. Sampai pada suatu hari ketika anaknya meninggal dunia, mendahului bapaknya, saat itu pula, makanan itu sudah tidak ada lagi di tempat makanan. Dia akhirnya sadar bahwa, kesabaran anaknya itu membuahkan kasih sayang Allah padanya.
Kunci kesabaran di sini adalah berserah pada kuasa Allah, tak ada yang akan kelaparan dan mati di dunia secara sia-sia. Allah akan memberikan rizki pada semua manusia, bahkan dengan tawakkal, sabar dan berserah diri pada Allah, Dia tidak akan membiarkan Hambanya terlantar dan menderita.
Dalam suasana krisis seperti ini, harapan dan usaha perlu diseimbangkan. Sabar tidak membuat manusia malas-malasan dan hanya berserah diri, namun sabar adalah benteng untuk menahan diri menghabiskan isi bumi dengan serakah. Semua harus berusaha dan berupaya agar dapat melanjutkan hidup dan kuat terhadap apa yang terjadi.

Pujian para ulama’ terhadap Dzun-Nun
Tidak ada maksud paparan berikut ini supaya Dzunnun al-Misri menjadi lebih terpuji. Sebab apa yang dia harapkan dari pujian makhluk sendiri ketika Yang Maha Sempurna sudah memujinya. Apa artinya sanjungan berjuta manusia dibanding belaian kasih Yang Maha Penyayang ?. Dan hanya dengan harapan semoga semua menjadi hikmah dan manfaat bagi semua paparan berikut ini hadir.
Imam Qusyairy dalam kitab Risalah-nya mengatakan “Dzunnun adalah orang yang tinggi dalam ilmu ini (Tasawwuf) dan tidak ada bandingannya. Ia sempurna dalam Wara’, Haal, dan adab”. Tak kurang Abu Abdillah Ahmad bin Yahya al-Jalak mengatakan “Saya telah menemui 600 guru dan aku tidak menemukan seperti keempat orang ini : Dzunnun al-Misry, ayahku, Abu Turob, dan Abu Abid al-Basry”. Seperti berlomba memujinya sufi terbesar dan ternama Syaikh Muhiddin ibn Araby Sulton al-Arifin dalam hal ini mengatakan “Dzunnun telah menjadi Imam, bahkan Imam kita”.
Pujian dan penghormatan pada Dzunnun bukan hanya diungkapkan dengan kata-kata. Imam al-Munawi dalam Tobaqoh-nya bercerita : “Sahl al-Tustari (salah satu Imam tasawwuf yang besar) dalam beberapa tahun tidak duduk maupun berdiri bersandar pada mihrab. Ia juga seperti tidak berani berbicara. Suatu ketika ia menangis, bersandar dan bicara tentang makna-makna yang tinggi dan Isyaraat yang menakjubkan. Ketika ditanya tentang ini, ia menjawab “Dulu waktu Dzunnun al-Misri masih hidup, aku tidak berani berbicara tidak berani bersandar pada mihrab karena menghormati beliau. Sekarang beliau telah wafat, dan seseorang berkata padaku padaku : berbicaralah!! Engkau telah diberi izin”.

Cinta dan ma’rifat
Suatu ketika Dzunnun ditanya seseorang : “Dengan apa Tuan mengetahui Tuhan?”. “Aku mengetahui Tuhanku dengan Tuhanku “,jawab Dzunnun. “kalau tidak ada Tuhanku maka aku tidak akan tahu Tuhanku”. Lebih jauh tentang ma’rifat ia memaparkan : “Orang yang paling tahu akan Allah adalah yang paling bingung tentang-Nya”. “Ma’rifat bisa didapat dengan tiga cara: dengan melihat pada sesuatu bagaimana Dia mengaturnya, dengan melihat keputusan-keputusan-Nya, bagaimana Allah telah memastikannya. Dengan merenungkan makhluq, bagaimana Allah menjadikannya”.
Tentang cinta ia berkata : “Katakan pada orang yang memperlihatkan kecintaannya pada Allah, katakan supaya ia berhati-hati, jangan sampai merendah pada selain Allah!. Salah satu tanda orang yang cinta pada Allah adalah dia tidak punya kebutuhan pada selain Allah”. “Salah satu tanda orang yang cinta pada Allah adalah mengikuti kekasih Allah Nabi Muhammad SAW dalam akhlak, perbuatan, perintah dan sunnah-sunnahnya”. “Pangkal dari jalan (Islam) ini ada pada empat perkara: “cinta pada Yang Agung, benci kepada yang Fana, mengikuti pada Alquran yang diturunkan, dan takut akan tergelincir (dalam kesesatan)”.

Karomah Dzun Nunal-Misri
Imam al-Nabhani dalam kitabnya “Jamial-karamaat “ mengatakan: “Diceritakan dari Ahmad bin Muhammad al-Sulami: “Suatu ketika aku menghadap pada Dzunnun, lalu aku melihat di depan beliau ada mangkuk dari emas dan di sekitarnya ada kayu menyan dan minyak Ambar. Lalu beliau berkata padaku “engkau adalah orang yang biasa datang ke hadapan para raja ketika dalam keadaan bergembira”. Menjelang aku pamit beliau memberiku satu dirham. Dengan izin Allah uang yang hanya satu dirham itu bisa aku jadikan bekal sampai kota Balkh (kota di Iran).
Suatu hari Abu Ja’far ada di samping Dzunnun. Lalu mereka berbicara tentang ketundukan benda-benda pada wali-wali Allah. Dzunnun mengatakan “Termasuk ketundukan adalah ketika aku mengatakan pada ranjang tidur ini supaya berjalan di penjuru empat rumah lalu kembali pada tempat asalnya”. Maka ranjang itu berputar pada penjuru rumah dan kembali ke tempat asalnya.
Imam Abdul Wahhab al-Sya’roni mengatakan: “Suatu hari ada perempuan yang datang pada Dzunnun lalu berkata “Anakku telah dimangsa buaya”. Ketika melihat duka yang mendalam dari perempuan tadi, Dzunnun datang ke sungai Nil sambil berkata “Ya Allah… keluarkan buaya itu”. Lalu keluarlah buaya, Dzunnun membedah perutnya dan mengeluarkan bayi perempuan tadi, dalam keadaan hidup dan sehat. Kemudian perempuan tadi mengambilnya dan berkata “Maafkanlah aku, karena dulu ketika aku melihatmu selalu aku merendahkanmu. Sekarang aku bertaubat kepada Allah SWT”.

Pemuda Yang Berjalan Diatas Air
Diantara cerita yang diriwayatkan mengenai para kekasih Allah atau wali Allah adalah cerita yang diberitakan oleh Zin-Nun rahimahullah, katanya :
Suatu ketika, saya berlayar untuk pergi keseberang laut untuk mencari sesuatu barang yang saya perlukan dari sana. Saya pun menempah suatu tempat disebuah kapal. Ketika waktu itu kapal akan berangkat saya lihat penumpang penumpang yang menaiki kapal tersebut dan banyak sekali, yang kebanyakan datang dari tempat yang jauh, sehingga kapal itu penuh sesak dengan penumpang.
Saya terus mengamati wajah wajah penumpang itu, dan saya lihat diantaranya ada seorang pemuda yang sangat tampan rupanya, wajahnya bersinar dan dia duduk ditempatnya dalam keadaan tenang sekali tidak seperti penumpang penumpang lain, terus mundar mandir diatas kapal itu. Udara diatas kapal itu agak panas, dan juga bertambah panas disebabkan terlalu banyak penumpang yang berhimpit diantara satu dengan yang lain.
Pada mulanya kapal itu belayar dengan lancar sekali, karena  lautnya tenang tidak bergelombang, dan angin  pun tidak bertiup kencang, kecuali sekali sekala saja, dan kalau ada pun hanya ombak ombak kecil biasa dihadapinya.
Dalam keadaan yang begitu tenang diatas kapal itu, tiba tiba kami dikejutkan oleh suatu pemberitahuan umum yang mengatakan bahawa nakhoda kapal  itu   telah   kehilanggan suatu barang sangat berharga, dan hendaklah semua penumpamn penumpang kapal duduk ditempat masing masing, karena  pengeledahan akan di laksanakan tidak lama lagi untuk mencari barang yang hilang itu.
Kini para penumpang kapal riuh berbicara antara satu dengan yang lain mengenai barang yang hilang itu. Masing masing mencoba mengeluarkan pendapat seperti apa barang yang hilang itu. Saya sendiri merasa heran bagaimana barang nakhoda itu bisa hilang ? Apa kah dicuri orang ? atau pun barangkali terjatuh karena manusia diatas kapal itu terlalu banyak.
Sebentar  lagi nakhoda kapal mengumumkan:
‘semua penumpang hendaklah berada ditempatnya. Sekarang kami akan mulai penggeledahan !’
Pengeledahan pun dimulakan oleh beberapa orang pegawai kapal itu. Penumpang-penumpang itu semuanya ribut , baik lelaki mau pun wanitnya. Mereka digeledah satu satu. Begitu pula tempat tidur mereka digeledah, kalau kalau barang itu disembunyikan dicelah-celah tempat tidurnya. Namun barang itu masih belum ditemukan. Akhirnya sampailah giliran tempat si pemuda  tampan untuk digeledah. Pada mulanya pemuda itu duduk ditempatnya  dengan tenang sekali . tetapi oleh karena dia orang yang terakhir  yang diperiksa , maka muka muka orang ramai seolah olah memperhatikannya. Mungkin ada orang yang mengatakan didalam hatinya, barangkali  pemuda inilah yang mencuri barang itu. Apabila pemuda itu dikasari  oleh pegawai pegawai kapal itu dalam pemeriksaanya lalu dia  melompat ketepi seraya berkata: ‘ saya bukan pencuri, kenapa saya diperlakukan begitu kasar?’ Lantaran pemuda itulah satu satunya  orang yang membantah, maka disangka pegawai pegawai kapal itu dialah pencuri barang itu. Mereka mau menangkapnya, maka pemuda itu pun meronta lalu menerjunkan diri kemuka laut. Orang ramai menyerbu  kepinggir kapal hendak melihat pemuda yang terjun  kedalam laut itu. Yang mengherankan bahwa pemuda itu tidak tengelam, malah dia duduk dimuka laut itu, sebagaimana dia duduk diatas kursi dan tidak tengelam. Pemuda itu lalu berkata dengan suara yang keras:
‘Ya Tuhanku ! Mereka sekaian menuduh ku sebagai pencuri ! Demi Zat Mu , wahai Tuhan Pembela orang yang teraniaya ! Perintahkan lah kiranya semua ikan ikan dilaut ini supaya timbul dan membawa dimulutnya permata permata yang berharga !’
Penumpang penumpang  terus menatap pandangannya kelaut  sekitar kapal itu  ingin melihat jika benar ikan ikan itu akan  timbul membawa  dimulut nya permata permata yang berharga? saya juga ikut sama memerhatikan permukaan air itu.
Memang benar , dengan kuasa Allah , permintaan pemuda itu dikabulkan Tuhan, timbul disekitar kapal itu beribu ribu ikan dan kelihatan dimulut mulutnya batu batu putih  dan merah  berkilauan cahayanya , hingga membuat mata mata yang memandangnya silau kerananya. Semua orang disitu bersorak menepuk tangan kepada pemuda itu.
Saya terus tercengang, tidak dapat berkata apa apa pun. Nakhoda kapal dan pegawai pegawai kapal itu bingung, seolah olah dia tidak percaya apa yang dilihatnya.
‘Apakah kamu masih menuduhku mencuri, padahal perbendaharaan  Allah ada ditangan ku, jika aku mau  boleh aku ambil ?’ Pemuda itu kemudiannya memerintahkan ikan ikan itu supaya kembali ketempatnya, maka tengelamlah semuanya ikan ikan tadi, dan orang orang diatas kapal itu terus besorak lagi.
Pemuda itu lalu berdiri diatas air itu, kemudian berjalan diatasnya secepat kilat sementara lisannya terus mengucapkan : surah Al-fatihah: 4
‘Hanya kepada Mu lah  aku menyembah , dan hanya kepada Mu pula aku meminta bantuan.’’
Dia terus menjauhi kami, sehingga hilang dari pandangan kami. Saya sama sekali tidak menduga , bahwa pemuda ini kemungkinan sekali termasuk kedalam golongan ahli Allah, yang pernah diterangkan oleh Rasulullah s.a.w. dalam sabdanya yang berbunyi :
“akan tetap ada dalam umat ku sebanyak tiga puluh orang lelaki, hati hati mereka sepadan dengan hati Nabi Allah Ibrahim a.s. setiap mati seorang di antara mereka, diganti Allah seorang lain ditempatnya.”

Tukang emas lah yang tahu harga emas
Seorang pemuda mendatangi Zun-Nun dan bertanya, “Guru, saya tak mengerti mengapa orang seperti Anda mesti berpakaian apa adanya, amat sangat sederhana. Bukankah di masa seperti ini berpakaian sebaik-baiknya amat perlu, bukan hanya untuk penampilan melainkan juga untuk banyak tujuan lain.”
Sang sufi hanya tersenyum. Ia lalu melepaskan cincin dari salah satu jarinya, lalu berkata, “Sobat muda, akan kujawab pertanyaanmu, tetapi lebih dahulu lakukan satu hal untukku. Ambillah cincin ini dan bawalah ke pasar di seberang sana. Bisakah kamu menjualnya seharga satu keping emas?”
Melihat cincin Zun-Nun yang kotor, pemuda tadi merasa ragu, “Satu keping emas? Saya tidak yakin cincin ini bisa dijual seharga itu.”
“Cobalah dulu, sobat muda. Siapa tahu kamu berhasil.”
Pemuda itu pun bergegas ke pasar. Ia menawarkan cincin itu kepada pedagang kain, pedagang sayur, penjual daging dan ikan, serta kepada yang lainnya. Ternyata, tak seorang pun berani membeli seharga satu keping emas. Mereka menawarnya hanya satu keping perak. Tentu saja, pemuda itu tak berani menjualnya dengan harga satu keping perak. Ia kembali ke padepokan Zun-Nun dan melapor, “Guru, tak seorang pun berani menawar lebih dari satu keping perak.”
Zun-Nun, sambil tetap tersenyum arif, berkata, “Sekarang pergilah kamu ke toko emas di belakang jalan ini. Coba perlihatkan kepada pemilik toko atau tukang emas di sana. Jangan buka harga, dengarkan saja bagaimana ia memberikan penilaian.”
Pemuda itu pun pergi ke toko emas yang dimaksud. Ia kembali kepada Zun-Nun dengan raut wajah yang lain. Ia kemudian melapor, “Guru, ternyata para pedagang di pasar tidak tahu nilai sesungguhnya dari cincin ini. Pedagang emas menawarnya dengan harga seribu keping emas.
Rupanya nilai cincin ini seribu kali lebih tinggi daripada yang ditawar oleh para pedagang di pasar.”
Zun-Nun tersenyum simpul sambil berujar lirih, “Itulah jawaban atas pertanyaanmu tadi sobat muda. Seseorang tak bisa dinilai dari pakaiannya. Hanya “para pedagang sayur, ikan dan daging di pasar” yang menilai demikian. Namun tidak bagi “pedagang emas”.
“Emas dan permata yang ada dalam diri seseorang, hanya bisa dilihat dan dinilai jika kita mampu melihat ke kedalaman jiwa. Diperlukan kearifan untuk menjenguknya. Dan itu butuh proses, wahai sobat mudaku. Kita tak bisa menilainya hanya dengan tutur kata dan sikap yang kita dengar dan lihat sekilas. Seringkali yang disangka emas ternyata logam dan yang kita lihat sebagai logam ternyata emas.”

Ingin
Seorang yang berharap diterima sebagai murid berkata kepada pada Dhu al-Nun, “Saya ingin bergabung dalam Jalan Kebenaran melebihi apapun di dunia ini.”
Dan inilah yang dikatakan Dhu al-Nun kepadanya: “Kau boleh ikut serta dalam kafilah kami jika kau terima dua hal lebih dulu. Yang pertama, kau harus melakukan hal-hal yang tak ingin kau lakukan. Kedua, kau tidak akan diizinkan melakukan hal-hal yang ingin kau lakukan.
Ingin adalah apa yang berdiri di antara manusia dan Jalan Kebenaran.”

Kasih Tuhan Tak Berbatas
Suatu hari, Dzun nun hendak mencuci pakaian di tepi sungai Nil. Tiba-tiba ia melihat seekor kalajengking yang sangat besar. Binatang itu mendekati dirinya dan segera akan menyengatnya.
Dihinggapi rasa cemas, Dzunnun memohon perlindungan kepada Allah swt agar terhindar dari cengkeraman hewan itu. Ketika itu pula, kalajengking itu membelok dan berjalan cepat menyusuri tepian sungai.
Dzunnun pun mengikuti di belakangnya. Tidak lama setelah itu, si kalajengking terus berjalan mendatangi pohon yang rindang dan berdaun banyak. Di bawahnya, berbaring seorang pemuda yang sedang dalam keadaan mabuk. Si kalajengking datang mendekati pemuda itu. Dzunnun merasa khawatir kalau-kalau kalajengking itu akan membunuh pemuda mabuk itu.

Dzunnun semakin terkejut ketika melihat di dekat pemuda itu terdapat seekor ular besar yang hendak menyerang pemuda itu pula. Akan tetapi yang terjadi kemudian adalah di luar dugaan Dzunnun. Tiba-tiba kalajengking itu berkelahi melawan ular dan menyengat kepalanya. Ular itu pun tergeletak tak berkutik.
Sesudah itu, kalajengking kembali ke sungai meninggalkan pemuda mabuk di bawah pohon. Dzunnun duduk di sisi pemuda itu dan melantunkan syair, Wahai orang yang sedang terlelap, ketahuilah, Yang Maha Agung selalu menjaga dari setiap kekejian yang menimbulkan kesesatan. Mengapa si pemilik mata boleh sampai tertidur? Padahal mata itu dapat mendatangkan berbagai kenikmatan.
Pemuda mabuk itu mendengar syair Dzunnun dan bangun dengan terperanjat kaget. Segera Dzunnun menceritakan kepadanya segala yang telah terjadi.
Setelah mendengar penjelasan Dzunnun, pemuda itu sadar. Betapa kasih sayang Allah sangat besar kepada hambanya. Bahkan kepada seorang pemabuk seperti dirinya, Allah masih memberikan perlindungan dan penjagaan-Nya

Sumber: Artikel terkait.

Semoga bermanfa'at...

13 Januari 2013

Gagasan eksotis sufisme Al-Hallaj


Pertemuan dalam ruang di mana ekspresi pikiran dan spiritual bisa berkelana ke mana ia suka, membuat hidup jadi bergairah dalam pendar-pendar cahaya. Tetapi ini mungkin sejenak saja. Sebab di ruang lain setelah ini kita masih menyaksikan, pedang-pedang masih berkeliaran. Pedang-pedang itu siap ditebaskan ke leher siapa saja yang dianggap menghujat Tuhan, sambil berteriak : Tuhan Maha Besar”. Al Hallaj, bilang kepada mereka: “Kalian bohong. Kalian ingin menyaingi Tuhan”. Dan Hallaj ditangkap ramai-ramai.
Al Hallaj adalah ikon mistikus paling melegenda di jagat raya sufisme. Namanya tak pernah berhenti disebut orang sepanjang masa, dalam nada puja-puji yang memabukkan maupun sumpah serapah dan dendam kesumat yang tak pernah selesai. Cerita tentang orang besar ini sarat dengan beragam mitos dan dongeng-dongeng yang memesona sekaligus merobek-robek nurani.

Siapa al Hallaj
Namanya Husain Manshur al Hallaj, lahir di perkampungan Tur, wilayah Baidha, Fars, Persia, 244 H/858. Dia anak tukang pemilah benang yang miskin. Kelahirannya amat di dambakan bertahun dua orang tua yang saleh itu. Hallaj kecil dititipkan keduanya kepada Syekh Sahl al Tustari (w.238 H), sufi besar pada zamannya, untuk mengaji kepadanya dan mengabdi kepada Tuhan di masjidnya, memenuhi janji mereka ketika mendamba bertahun kelahirannya. Ketika Hallaj menyapu di mihrab, dia menemukan secarik kertas kewalian gurunya, yang konon, turun dari langit. Diam-diam Hallaj menelannya, mengambil keberkatan.  Tak lama, dia menjadi aneh, ia sering bergumam sendiri.
Dalam usia 12 tahun dia hafal al-Qur’an seluruh, dia juga mengaji beragam keilmuan tradisional Islam kepada sejumlah guru di Wasit, sebuah kota dekat Ahwaz. Usai ngaji di kampungnya, dia pergi ke Bagdad, untuk meneruskan mengaji pada sufi otoritatif: Abu al Qasim Al Junaed (w.298 H), Amir al Makki (w. 291) dan guru yang lain. Ketika Hallaj 20 tahun, dia ditahbiskan sebagai guru dalam Tasawuf. Tak lama ke kemudian dia ke Makkah untuk haji. Di kota suci ini, pergulatannya dengan dunia sufisme semakin intens. Otoritasnya di bidang ini semakin menonjol. Pada saat berada Arafat, dia mendaki sendiri sampai puncak gunung itu, lalu berdo’a :
يا دليل المتحيرين زدنى تحيرا. وإذا كنت كافرا فزدنى كفرا.
“Oh, Tuhanku, Pembimbing Orang-orang bingung. Tambahi kebingunganku. Jika aku kafir, maka tambahi kekafiranku”. (Louis Massignon, Alaam al Hallaj, hlm. 213).
Kelak di kemudian hari di suatu tempat dia bilang lagi untuk menegaskan bahwa keinginan tersebut dikabulkan Tuhan:
كفرت بدين الله والكفر واجب    علي وعند المسلمين قبيح
Aku mengkafiri agama Tuhan
Kekufuran bagiku adalah wajib
Meski bagi banyak muslim amatlah buruk
(Diwan, Yatama 2)

Hallaj kembali ke Baghdad, mendiskusikan berbagai problem dan isu krusial sufisme, dengan Syeikh Junaed, Abu Bakar al Syibli dan sejumlah sufi besar lainnya. Dia selalu tak puas. Pikiran-pikirannya semakin radikal, melawan mainstream, tapi semakin matang. Dia lalu kembali ke kampungnya untuk tak berhenti mencari Tuhan dan dia menemukan-Nya di dalam rumah hatinya sendiri. Baju sufi ditanggalkannya dan menggantinya dengan baju tentara, kadang baju robek-lusuh, biar lebih bebas dan tak dikenal saleh. Sesudah itu namanya disebut secara popular sebagai Hallaj al Asrar (Hallaj, sang pemilik rahasia-rahasia). Hallaj kembali ke Makkah, di samping untuk haji lagi juga terus mencari mengerti tentang eksistensi diri di bumi Nabi, tempat beliau mengajarkan Tauhid (Kemahaesaan Tuhan). Al Hallaj lagi-lagi tak puas. Ia lantas berkelana ke berbagai negeri di Timur Tengah dan sampai ke India dan Cina. Di berbagai tempat itu, yang dijalaninya selama lima tahun, dia memperoleh banyak sekali pengetahuan eksoterik, terutama esoterik. Entah sesudah atau di antara pengembaraan itu, dia ke Makkah lagi.

Dari perjalanan ini dia mulai tampil dengan gagasan-gagasan sufismenya yang menggemparkan. Dia sebarkan gagasan itu secara terbuka dan segera mengundang resistensi dan reaksi kebingungan dan kemarahan publik. Ucapan-ucapan Cintanya kepada Tuhan semakin tak dimengerti halayak. Dia semakin “gila”. Tetapi dalam waktu yang sama nyawanya terancam oleh pikiran publik yang tak paham. Dia dicacimaki sebagai tukang sihir dan orang gila. Tetapi sebagian lain melihatnya sebagai pribadi memesona, nyentrik, yang menebarkan keramat  dan keberkatan. Dialah Waliyullah, kekasih Tuhan. Al Hallaj tak peduli dengan semuanya. Dia menuliskan dan menggumamkan seluruh kegelisahan dan keriangan batinnya yang meluap-luap itu kapan saja. Setiap malam, ketika senyap, dia mendesahkan elegi yang mengiris nurani.

ألا يا ليل محبوبى تجلى   ألا يا ليل للغفران هلا
الا يا ليل ما ابهى واحلى   ألا يا ليل اكرمنى وجلى
ألا يا ليل فى الحضرة سقانى  ألا يا ليل من خمر الدنان
O, malam, Kekasihku datang
O, malam, pengampunan telah datang
O, malam, aduhai Keindahan, aduhai Manisku
O, malam, Kekasih memuliakanku, Dia datang
O, malam, Kekasih menuangkan minuman
Pada gelas besar dari anggur yang memabukkan

Gagasan-Gagasan Hallaj: Hulul 
Al Hallaj terus menyimpan rindu-dendam dan berhari-hari mabuk kasmaran. Kekasihnya datang berkunjung, lalu menyeruak, merasuk ke dalam dan menempati hatinya. Orang menyebut proses merasuk dari atas ke bawah sebagai “Hulul”. Sejak itu hari-harinya disibukkan dengan pertemuan-pertemuan manis, mesra dan menghanyutkan dengan Tuhan di ruang yang tak bertempat. Katanya, suatu saat, masih dalam sunyi-menyergap:
رأيت ربى بعين قلبى   فقلت من أنت قال أنت
فليس للاين منك أين   وليس أين بحيث انت
Aku melihat Tuhanku dengan mata hati
Aku bertanya; Siapa Engkau. Dia katakan : Kamu
Tak ada dari-Mu dimana
Dan tak ada di mana bagimu
(Diwan, Qashidah 10)
انا من اهوى ومن اهوى انا    نحن روحان حللنا بدنا
فإذا ابصرتنى ابصرته   فإذا أبصرته ابصرتنا
Aku orang yang mencinta dan Dia yang mencinta adalah Aku
Kami dua ruh yang melebur dalam satu tubuh
Bila kau memandangku, kau memandang-Nya
Bila kau memandang-Nya, kau memandang Kami.
(Diwan 57)
مزجت روحك فى روحى كما   تمزج الخمرة  بالماء الزلال
فإذا مسك شيئ مسنى   فإذا انت انا فى كل حال
Ruh-Mu menyerap dalam ruhku
Bagai anggur larut pada air bening
Bila suatu menyentuh-Mu, ia menyentuhku
Engkau adalah aku dalam seluruh
(Diwan 47)

Ittihad : Akulah Kebenaran
Ketika Sang Kekasih pergi, Al Hallaj menulis berbaris-baris puisi Kerinduan (al ‘Isyq) yang mencengkeram amat kuat dalam dirinya dan dalam ekstase-aktase yang sering. Dia senandungkan puisi-puisi Rindu Kekasih itu di pasar-pasar, di warung-warung, di surau-surau dan di kerumunan-kerumunan. Hari-hari kemarin Hallaj merasa Tuhan berkunjung ke rumahnya dan menempati seluruh ruang eksistensinya. Dan kini dia ingin menyambutnya dengan riang lalu menjemput-Nya di Langit dan manapun Dia Berada. Hallaj ingin selalu bersama-Nya, menyatu dalam “Tubuh-Nya”. Sufi menyebut proses merasuk dan menubuh dari bawah ke atas sebagai Ittihad. Dalam puncak ekstase yang melayang-layang dia berteriak keras: “Ana al Haq” (Akulah Kebenaran). Kata-kata ini mengguncang dan menggetarkan jagat raya manusia. Sahl al Tustari, Junaed dan Syibli sahabatnya, terpana dan shock berat. Oh, Hallaj, seharusnya kau tak sebarkan rahasia Tuhan itu kepada publik semacam itu. Biarlah kata-kata itu menjadi milik hati kita?.

Gagasan Pluralisme
Pikiran dan pengalaman Hulul, Ittihad atau Wahdah al Wujud tak pelak melahirkan gagasan Pluralisme agama-agama. Itu keniscayaan. Baginya semua agama adalah sama. Para pemeluk agama tak pernah berhenti mencari Sang Realitas, melalui beragam jalan, berbagai nama. Abd Allah bin Thahir al Uzdi menceritakan: “Aku bertengkar dengan seorang Yahudi di sebuah pasar di Baghdad. Kepada si Yahudi itu aku sempat bilang: Hai anjing!. Tak dinyana Husain bin Manshur lewat dan memandangku dengan wajah marah. Katanya ; “hentikan anjingmu menyalak”, lalu pergi. Begitu kami usai bertengkar, aku menemuinya dan minta maaf. Husain mengatakan: “Anakku, semua agama adalah milik Allah. Setiap golongan memeluknya bukan karena pilihannya, tetapi dipilihkan Tuhan. Orang yang mencaci orang lain dengan menyalahkan agamanya, dia telah memaksakan kehendaknya sendiri. Ingatlah, bahwa Yahudi, Nasrani, Islam dan lain-lain adalah sebutan-sebutan dan nama-nama yang berbeda. Tetapi tujuannya tidak berbeda dan tidak berubah”. “Dia kemudian berceloteh bait-bait puisi ini”:

تفكرت فى الاديان جد تحقق    فألفيتها اصلا له شعبا جما
فلا تطلبن للمرء دينا فإنه    يصد عن الاصل الوثيق وانما
يطالبه اصل يعبر عنده    جميع المعالى والمعانى فيفهما
Sungguh, aku tlah merenung panjang agama-agama
Aku temukan satu akar dengan begitu banyak cabang
Jangan kau paksa orang memeluk satu saja
Karena akan memalingkannya dari akar yang menghunjam
Seyogyanya biar dia mencari akar itu sendiri
Akar itu akan menyingkap seluruh keanggunan dan sejuta makna
Lalu dia akan mengerti
(Diwan, 50)

Pandangan Pluralisme Agama, diucapkan oleh siapa saja, Husain Manshur Hallaj atau yang lain, menggambarkan manifesto kebebasan beragama, dan tentu saja merupakan ekspresi Islami yang essensial yang melampaui perbedaan-perbedaan sektarian antara Sunny-Syi’ah dan antara sekte-sekte yang lain. Keanekaragaman individu dengan sifat kualitatif dan kepercayaan yang berbeda-beda akan senantiasa eksis di manapun dan kapanpun, dan tak bisa dilepaskan, dengan cara apapun dan oleh siapapun, dari bingkai raksasa semesta ciptaan Tuhan.

Eksekusi; Tragedi
Para penguasa pengetahuan keagamaan eksoterik, literal, konservatif dan ortodoks: para ahli fiqh dari segala aliran, para ahli hadits, terutama kelompok Hanbalian dan para teolog, meradang dan marah luar biasa. Demonstrasi besar-besaran berlangsung di mana-mana, di seluruh negeri. Puluhan  otoritas agama eksoterik itu menghimpun tandatangan dan berebut membubuhkannya, menuntut kematiannya. Mereka mengeluarkan fatwa: “Bunuh dia, Darahnya Halal ditumpahkan”. Hallaj, keluarga dan para pengikutnya ditangkap dan dijebloskan di penjara. Peradilan terhadapnya kemudian digelar. Para jaksa menuduhnya dengan “telah melakukan kejahatan berlapis”. Secara politik dia dia dianggap agen gerakan Qaramit, salah satu sekte Syi’ah Ismaili, sayap garis keras dan brutal. Gerakan Politik di bawah pimpinan Hamdan al Qarmathi ini telah lama menentang kekuasaan dinasti Abbasiah dan berusaha menggulingkannya. Mereka acap melakukan pemberontakan di mana-mana. Secara agama al Hallaj dituduh tukang sihir dan zindiq (Atheis). Pembelaan yang cerdas dan jujur tak mampu melawan tekanan masa emosional dan represi politik pencitraan. Pengadilan  akhirnya menjatuhkan vonis: Husain Manshur al Hallaj dihukum mati. Kekuasaan politik mendukung putusan ini. Khalifah Al Muqtadir Billah menandatangi vonis itu. Al Hallaj tak gentar dengan putusan ini. Dia sudah mengetahui dan sudah lama menginginkan kematian seperti ini. Meski gurunya Syeikh al Junaed memberi nasehat, dia tak surut, tak bergeming. Dia dengan lugas mengatakan :

وان قتلت او صلبت او قطعت يداى ورجلاى لما رجعت عن دعواى
“Biar pun aku dibunuh atau disalib atau dua tangan dan kakiku dipenggal, aku tak surut untuk mendakwahkan kebenaranku”.

Tanggal 27 Maret 922, eksekusi mati dilaksanakan di hadapan ribuan pasang mata merah yang terus meradang dan tak henti berteriak histeris. Yel-yel Allah Akbar, Allah Akbar menggelegar. Sejumlah ulama Fiqh, Hadits dan Kalam menjadi saksi. Faqih literalis ekstrim sekaligus orang yang paling bertanggungjawab atas fatwa mati dan pengadilan Hallaj: Muhammad bin Daud  (w. 297 H), pendiri mazhab fiqh Zhahiri, berdiri paling depan. Sejumlah sufi besar juga hadir, meski memperlihatkan sikap dan suasana batin yang berbeda, menyaksikan peristiwa paling dramatis ini. Mereka, untuk menyebut beberapa saja, adalah Abu al Qasim Al  Junaed, Abu Bakar al Syibli (w. 334), Ibrahim bin Fatik. Yang terakhir ini adalah sahabat setia yang selalu menemani Hallaj di penjara.

Tak jelas bentuk hukuman mati untuk Hallaj itu, apakah di tiang gantungan, dipenggal atau disalib di pelepah kayu keras. Mungkin tak penting betul untuk dijawab. Tetapi beberapa menit menjelang kematiannya, meski tubuhnya dililit rantai besi, Hallaj dengan riang, seperti akan bertemu kekasih, menengadahkan wajahnya ke langit biru yang bersih, seakan siap menyambut kedatangannya. Dia menyampaikan kata-kata monumental yang indah beberapa detik sebelum nafasnya pergi.

“Oh Tuhan, lihatlah, hamba-hamba-Mu telah berkumpul. Mereka menginginkan kematianku demi membela-Mu dan untuk lebih dekat dengan-Mu. O. Tuhan, ampuni dan kasihi mereka. Andai saja Engkau menyingkapkan kelambu wajah-Mu kepada mereka sebagaimana Engkau singkapkan kepadaku, niscaya mereka tak akan melakukan ini kepadaku. Andai saja Engkau turunkan kelambu wajah-Mu dariku, sebagaimana Engkau menurunkannya dari mereka, niscaya aku tak akan diuji seperti ini. Hanya Engkaulah Pemilik segala Puji atas apa yang Engkau lakukan. Hanya engkaulah pemilik segala puji atas apa yang Engkau kehendaki”.

Setelah itu dia bergumam lirih:

اقتلونى يا ثقاتى   إن فى قتلى حياتى
ومماتى فى حياتى   وحياتى فى مماتى
إن عندى محو ذاتى   من أجل المكرمات
وبقائى فى صفاتى   من قبيح السيئات
فاقتلونى واحرقونى  بعظام الفانيات
Bunuhlah aku, O, Kasihku
Kematianku adalah hidupku
Kematianku ada dalam hidupku
Hidupku ada dalam kematianku.
Ketiadaanku adalah kehormatan terbesar
Hidupku seperti ini tak lagi berharga
Bunuhlah aku, bakarlah aku
Bersama tulang-tlang yang rapuh
(Diwan, Qasidah 10)

Suasana senyap. Hallaj diam. Abu al Harits al Sayyaf, sang algojo, melangkah gagah dengan wajah amat angkuh, mendekati Hallaj. Ia menampar pipinya dan memukul hidungnya begitu keras hingga darah mengaliri jubahnya. Hallaj, kata para saksi, sungkem kepada Tuhan: ”Ilahi, Ashbahtu fi manzilah al Raghaib (Tuhanku kini aku telah berada di Rumah Idaman).

Masih dalam sungkem, Hallaj, menyenandungkan puisi rindu:

Aku menangis kepada-Mu
Bukan hanya untuk diriku sendiri
Tetapi bagi jiwa yang merindukan-Mu
Akulah yang menjadi saksi
Sekarang pergi kepada-Mu
Akulah Saksi Keabadian

Begitu kepalanya terpenggal (atau terkulai) dan tubuhnya jatuh ke tanah atau diturunkan dari tiang salib, suara kegembiraan bergemuruh, membahana dan membelah langit: “Allah Akbar. Semua ini untuk kejayaan Islam dan kaum muslimin”. Tak cukup puas dengan itu, menurut satu cerita, potongan kepala disiram minyak lalu dibakar. Lidahnya dipotong dan matanya dicungkil. Takbir terus menggema, bertalu-talu. Esoknya, abu dari tubuh jenazahnya ditaburkan ke udara dari puncak menara sungai Dajlah (Tigris), sementara kepala dan dua tangannya digantung di tembok penjara.

Kisah tragedi kematian mistikus besar ini disampaikan berbagai sumber dengan beragam nuansa mitologis dan dongeng (Asthurah). Sebagian cerita yang berkembang kemudian: “al Hallaj tidak mati. Dia naik ke langit seperti Isa dan akan kembali ke bumi, seperti Isa”, “Sungai Tigris subur-makmur berkat abu al Hallaj”. Konon, pada hari ketiga kematian Hallaj, Tigris memuntahkan kemarahannya dengan menenggelamkan bumi Baghdad. Pesan Hallaj sebelum mati kepada adiknya agar menghentikan bah dahsyat itu.
Kuburannya di Bagdad sampai hari ini, menjadi tempat ziarah paling ramai dikunjungi beribu orang tiap hari dari berbagai penjuru bumi.

Karya Al Hallaj
Al Hallaj, konon, sesungguhnya telah menulis banyak karangan. Sebagian orang menyebut angka sekitar 40 an. Tetapi semuanya dibakar oleh penguasa Dinasti Abbasiyah. Buku-buku Hallaj dilarang keras. Mereka yang menyimpannya dihukum. Meski begitu sebagian orang menyimpannya secara diam-diam. Beberapa waktu kemudian sebuah manuskrip berjudul Al Thawasin ditemukan. Ini mungkin satu-satunya karya Al Hallaj yang selamat. Selain Al Thawasin, ada Diwan al Hallaj, berisi kumpulan cuplikan puisi-puisi atau kasidah-kasidahnya yang berhasil dihimpun dari berbagai orang, dan pengikutnya dari berbagai sumber. Diwan, kata Massignon, pertamakali ditemukan oleh Al Qusyairi, di perpusatakaan Sullami. Sebagian puisi terdapat pada Al Thawasin.

Sampai di sini saya dan seharusnya kaum muslimin merasa berhutang budi dan berterimakasih kepada Louis Massignon, orang yang dengan amat tekun dan tak kenal lelah mencari dan meneliti manskrip-manuskrip (makhthuthat) tulisan al Hallaj ini. Tanpa kerja keras intelektualnya yang luar biasa, orang besar ini : Husain Manshur al Hallaj, berikut tulisan-tulisan tangannya, terutama al Thawasin dan Diwan, mungkin tak dikenali sampai hari ini. Boleh jadi seluruh tulisan orang mengenai Hallaj, akan selalu mengacu pada karya Masignon ini.

Al Thawasin, karya utama al Hallaj, berisi kumpulan narasi pemikiran dan keyakinan-keyakinannya yang ditulis dalam bentangan waktu hidupnya yang berbeda. Thawasin berisi 11 teks: 1. Thasin al Siraj. Menurut Ruzbihan Baqli, Thasin al Siraj berarti Lampu Al Musthafa (Nabi Muhammad), berisi pandangan Hallaj tentang Hakikat Muhammadiyyah. Tha dan Sin kependekan dari Thaha dan Yasin, dua panggilan nabi Muhammad. 2. Thasin al Fahm (pemahaman).3. Thasin al Shafa (Kebeningan), 4. Thasin al Dairah (Sirkuit), 5. Thasin al Nuqthah (Titik), 6. Thasin al Azal wa al Iltibas (Kebahagiaan dan Derita Eterniti/Keabadian dan Kekeliruan pemahaman), 7. Thasin al Masyi-ah (Kehendak), 8. Thasin al Tauhid (Keesaan), 9. Thasin al Asrar fi al Tauhid (Rahasia-rahasia dalam Keesaan), 10. Thasin al Tanzih (Kesucian, keterbebasan), dan 11. Thasin Bustan al Ma’rifah (Taman Pengetahuan/Ma’rifat).

Memaknai gagasan Al Hallaj
Kehidupan al Hallaj, adalah perjalanan spiritualitas yang total. Sehari-hari dia menggumamkan kerinduannya yang mencekam, menggetarkan dan menenggelamkan eksistensinya ke dalam Tuhan, baik melalui Tuhan yang turun ke dalam hatinya (Hulul), maupun ruhnya yang naik menyatu dengan-Nya (Ittihad) dan kesaksian atas kesatuan semesta (Wihdah al Wujud). Al Hallaj menempuhnya melalui pengembaraan di belantara realitas, penjelajahan semesta dan pendakian yang tertatih-tatih dan terkantuk-kantuk. Tetapi juga keriangan, keindahan dan pesona-pesona. Lihat, ketika dia bicara ini :

سكوت ثم صمت ثم خرس    وعلم ثم وجد ثم رمس
وطين ثم نار ثم نور    وبرد ثم ظل ثم شمس
وحزن ثم سهل ثم فقر   ونهر ثم بحر ثم يبس
وسكر ثم صحو ثم شوق    وقرب ثم وفر ثم أنس
وقبض ثم بسط ثم محو    وفرق ثم جمع ثم طمس
وأخذ ثم رد ثم جذب    ووصف ثم كشف ثم لبس
(ديوان الحلاج 4)
Diam, hening, bisu, mengetahui, menemukan lalu tenggelam
Tanah lempung, api, cahaya, dingin, bayang-bayang lalu matahari
Duka, datar, terjal, sungai, lautan lalu kering
Mabuk, cerah, rindu, merapat, bergabung lalu keintiman
Tergenggam, terbuka, lepas, terpencar, terhimpun lalu lenyap-senyap
penerimaan, penolakan, ketertarikan, sebutan, tersingkap lalu mengenakan baju
(Diwan Qasidah 4: Perjalanan)

Deklarasi al Hallaj yang monumental, yang menggetarkan: Ana al Haq(Akulah Kebenaran/Tuhan), memperoleh response dan tafsir yang beragam. Jalal al Din al Rumi bilang: “Banyak orang menganggap ini ucapan amat berbahaya. Tetapi sejatinya ia adalah puncak kerendah-hatian (tawadhu’). Jika dia mengatakan :”Aku hamba Kebenaran (Ana Abd al Haq), dia telah menetapkan dua entitas, Dualitas; dirinya dan Tuhan. Jika dia mengatakan : “Ana al Haq”, dia telah meniadakan dirinya dan menyerahkannya kepada angin. Ucapan “Ana al Haq” sama dengan “Ana ‘adam” (aku tiada), Dialah Totalitas Absolut-Universal (Huwa al Kulliyyah). Tak ada Eksistensi kecuali Allah. Aku dengan seluruh eksistensiku adalah tiada. “Ana Lastu Syai-an”(Aku bukanlah apa-apa). Inilah kerendah-hatian yang paling tinggi (Hadza al Tawadhu’ A’zham)”. (Fihi ma Fihi, Pasal 11: “Perlihatkan kepadaku segala hal”, h. 84).

Sufi lain bilang : Ketika al Hallaj berteriak :”Akulah Kebenaran”, dia adalah terompet yang ditiup oleh nafas Tuhan”. Yang lain bilang : “Dia juru bicara jiwa ketuhanan melalui lidah kemanusiaan”. Yang lain lagi bilang ;”Aku di situ, bukan kehampaan murni, melainkan sebagai penyucian diri yang ditarik menuju bentuk-bentuk wujud yang lebih tinggi dan akhirnya melebur dalam Tuhan yang dalam ucapan Husain al Nuri (w.295 H/908 M):”terbentuk dalam sifat-sifat Tuhan”(al Takhalluq bi Akhlaq Allah). Nabi menganjurkan : “Takhallaqu bi Akhlaq Allah”(Berakhlak-lah dengan Akhlaq Tuhan/pakailah etika Tuhan). Dll.

Gagasan Kemanunggalan atau Kesatuan Eksistensi Semesta, bukan hanya milik al Hallaj. Hampir semua sufi besar yang tercerahkan bicara tentang gagasan ini. Abu Bakar al Syibli bilang: “Akulah Sang Waktu”, Abu Yazid al Bisthami berucap :”O, Betapa Maha Sucinya Aku”. Ibnu Arabi mengatakan : “Seorang sufi melihat Allah dalam Ka’bah, dalam Masjid, dalam Gereja dalam Kuil”. Syibli, sahabatnya yang hadir saat eksekusi Hallaj, membisikkan kepada temannya: “Hallaj dan Aku memiliki kepercayaan yang sama, tapi kegilaanku menyelamatkan diriku, sedangkan kecerdasan telah menghancurkan dirinya”

Para mistikus besar bicara tentang Kesatuan Eksistensi (Wahdah al Wujud) di atas. Bagi para bijakbestari itu,  di alam semesta ini hanya ada Dia, karena seluruhnya hancur dan tak bermakna. Ini digambarkan oleh Abd Wahab al Sya’rani (w. 973), sufi besar lain, dalam bait-bait puisi ini :

وكل ما سواه نجم آفل    بل فى شهود العارفين باطل
فليس إلا الله والمظاهر     لجملة الاسماء وهو الظاهر
فغيره فى الكون لا يقال    لانه فى ذاته محا ل
Seluruhnya, selain Dia adalah bintang yang lenyap
Dalam mata para bijakbestari ia adalah ketiadaan
Tak ada apapun, kecuali Allah
Sekumpulan nama dalam alamraya tak ada,
Yang tampak hanyalah Dia
Selain Dia, dalam semesta, tak berarti
Karena dirinya sendiri, tak mungkin mewujud
(Baca: Zaki Mubarak, al Tashawwuf al Islami, h.195).

Menggoncangkan Otoritas Mapan
Para sufi besar adalah pribadi-pribadi tulus dengan pikiran-pikiran yang mengundang daya tarik yang luar biasa bagi rakyat. Mereka adalah para reformer sejati. Pandangan-pandangan dan sikap-sikap mereka sangat kritis terhadap kehidupan glamor dan korup para penguasa atas nama rakyat. Para sufi menekankan pelayanan masyarakat, kebersahajaan, ketulusan, kebersihan hati, toleransi yang luas dan mencintai sesama. Cahaya yang mereka pancarkan dari jiwa dan pikiran yang bersih telah menyedot gairah rakyat yang tertindas di mana-mana. Dan kata-kata mereka pun sampai. Kehadiran mereka dengan dukungan besar rakyat jelata yang diam, telah menggoyahkan kemapanan status quo. Kekuasaan politik beralih ke arah mereka. Sementara itu, ketika banyak orang mengejar dan memuaskan diri dengan simbol-simbol dan baju-baju eksoteris yang mengecoh, kaum sufi mencari Essensi yang esoteris dan ingin bersembunyi di tanah tak dikenal. Ketika banyak orang manggut-manggut di depan kekuasaan atau hasrat puja-puji rakyat, kaum sufi tak menjunjung tinggi-besar apapun kecuali Sang Essensi. Tak pelak, seluruh pikiran dan gerak mereka seperti itu mengancam sekaligus meruntuhkan kewibawaan dua otoritas maha perkasa : otoritas politik (struktral) dan otoritas keagamaan (kultural).

Karuan saja, otoritas-otoritas tersebut lalu menggunakan tangan kekuasaannya untuk menyingkirkan, mengkerangkeng dan melenyapkan para mistikus itu, dengan berbagai cara. Sejumlah sufi yang sudah disebut, dan masih banyak lagi yang lain,  mengalami nestapa sebagaimana atau serupa al Hallaj. Murid dan pembela Al Hallaj paling gigih, ‘Ain Qudhat al Hamdani, misalnya, mengalami hal serupa dengan guru dan pujaannya itu. Dia, (w. 1130 M), dihukum mati tepat di pintu sekolah tempat dia mengajar. Tubuhnya dibungkus kain dan dibakar. Abunya ditaburkan ke udara.
Imam Jalal al Suyuti, salah satu pembela Ibnu Arabi yang gigih, mengatakan : Ma Kana Kabirun fi ‘Ashr Illa Kana Lahu ‘Aduwn min al Safalah(Orang besar dalam sejarah selalu punya musuh orang-orang bodoh).

وقلوب وددكم تشتاقكم     والى لذيذ لقائكم ترتاح
Hati dan jiwa pencintamu merinduimu
Kelezatan bertemu engkau
O, betapa damai

Semoga Tuhan memberkati dan membagi mereka kegembiraan di Manzilah al Raghaib (Tempat Istirah Idaman). Allahumma Ighfir Lahum wa Irhamhum wa ‘Aafihi wa’fu ‘Anhum wa Akrim Nuzlahum.

Semoga bermanfa'at...